Wednesday, September 23, 2020

Aku dan Nikmat Sebuah Proses

                Ayahku terbaring dengan segala keluh akan sakit yang beliau rasa. Lebih tiga bulan hingga tubuhnya seperti tak berdarah, pucat dan lemah. Setiap hari kami harus bergantian mengurusinya yang tak lagi mampu melakukan banyak hal, bahkan untuk sekedar bangun dari tempat tidur. Abah, kami memanggilnya kian hari kian tampak berbeda dari ia yang dulu masih tampak sehat dan bugar.

                Pada hari dimana ku dapati rapot kenaikan kelas. Bahagia bukan main naik tingkat ke kelas VIII Sekolah Menengah Pertama dengan hasil memuaskan. Bayangan masa depan rasanya semakin tampak, akan melanjutkan pendidikan ke sekolah yang sejak lama ku impikan. Hari itu pembahasan seputar kenaikan kelasdannilai memuaskan menjadi topik paling dibicarakan di rumah kami.  Hingga sebuah panggilan khas Abah kepada anak-anaknya terdengar dari ruangan dimana ia terbaring. Ku penuhi panggilannya, duduk di sampingnya dan seperti biasa tertunduk  tanpa keberanian menatap matanya.

                “Kamu tau kan bagaimana kondisi kita sekarang?, Abah tidak bisa berbuat apapa”, beliau mengawali pembicaraan dengan pertanyaan yang membuatku mulai gusar. Aku seperti tau apa yang akan beliau sampaikan, namun berusaha menutupi dan berharap yang ku fikir tak akan ku dengar.

                Tak sepatah pun kata terucap,  hanya mampu merasakan detak jantung semakin tak beraturan. Hingga saat itu tiba, dan benar saja rasanya duniaku seketika runtuh. Abah benar-benar memintaku untuk tak melanjutkan sekolah.
                “Kalau sekolahmu disimpan satu tahun saja nggak masalah kan?, kondisi Abah begini, Ibumu hanya dagang dan penghasilannya nggak seberapa, jangan dulu lanjutkan sekolahmu”. Ungkapan yang tanpa basa-basi itu membuatku mematung, sudah tak mampu tertahan linangan air di kelopak mata. Sebagai penghormatan, ku ucap “iya” dan berlalu meninggalkanya.

                Di balik lemari kayu jati masih di ruang  tempat Abah berbaring, tanpa terlihat olehnya aku sandarkan tubuh dengan perasaan hancur. Membayangkan teman sebaya pergi bersekolah sementara aku akan menjadi penonton dari balik kaca jendela. berusaha menahan isak meski air mata semakin menganak sungai. Mama di luar sana menungguku, walau enggan tapi aku tak punya pilihan untuk membiarkan mama melihat begitu rapuhnya aku kala itu.

                “Nggak usah khawatir, Allah pasti tolong kita apalagi untuk urusan mencari ilmu. Kamu tetap akan sekolah”. Mama tau apa yang Abah sampaikan padaku, mungkin karena ini bukan kali pertama. Sebelumnya Abah juga sempat memintaku tak melanjutkan sekolah saat aku lulus Sekolah dasar. Tapi aku punya ibu yang luar biasa, tatkala Abah terlalu pesimis dibalik kemelankolisannya, Mama justru selalu mengejutkannku  dengan optimisme yang kuat akan kesuksesan kami anak-anaknya.
               

***

                Dari pengalaman itu aku memahami betul bagaimana Mama dan Abah sangat bertolak belakang. Dan aku mewarisi kemelankolisan Abah, serta bagaimana ia mudah putus asa. Tidak menyalahkan Abah dengan segala yang pernah dia putuskan. Kini aku merasakan betul bagaimana berjuan menjadi diri dengan kepribadian melankolis. Jika Allah takdirkan Abah dengan kondisi serba berlebihan dari sisi materi, dia adalah sosok ayah yang baik dan  senang berbagi.

                Tak lama berselang sejak Abah memintaku berhenti sekolah, Allah lebih menyayanginya dan mengambil sosok Ayah di rumah kami. Setelahnya Aku tetap bersekolah dengan keteguhan hati Mama juga bantuan dari kakak-kakakku.

                Lulus Madrasah Aliyah (MA) aku mendaftarkan diri ke salah satu Universitas Negeri di Bandung. Mengambil jalur beasiswa adalah pilihan terbaik karena Mama tidak memungkinkan membiayai kuliahku. Apa yang terjadi pada seorang Widya Bahri kala itu adalah berhadapan dengan perasaan ketika diminta Abah berhenti sekolah. Benar….. aku tidak lulus masuk perguruan tinggi bahkan setelah mengikuti tes-tes dengan jalur yang lain.

                Si melankolis kembali menunjukkan jati dirinya, aku galau berkepanjangan. Kuliah adalah mimpi terbesarku, dan rasanya sulit menerima kenyataan untuk menunda melanjutkan pendidikan. Tapi apa yang bisa aku perbuat selain mengalah pada takdir. Tidak mungkin memaksa Mama membiayai kuliah sementara aku tau betul bagaimana beliau berjuang dengan sangat luar biasa hanya untuk membiarkannku tetap bisa pergi ke sekolah.

                Aku mengalah, bekerja adalah sebuah pilihan yang bijaksana. Hingga tibalah pada perjuangan yang sesungguhnya. Mulai bekerja di sebuah pusat perbelanjaan sebagai pramuniaga, aku benar-benar menabung untuk biaya kuliah. Menahan ego untuk konsumtif terhadap apa yang aku lihat dan inginkan. Hingga satu tahun setelahnya aku mendaftar ke salah satu universitas negeri dan mimpi demi mimpi  satu per satu mulai ku wujudkan.

                Selama proses menjalani aktifitas sebagai mahasiswa, aku tetap bekerja. Hanya saja kali ini tidak lagi menjadi pramuniaga, tapi guru taman kanak-kanak dan guru privat yang setiap hari harus berkeliling dari satu rumah kerumah yang lain. Sangat menikmati itu sebagai sebuah profesi, dan biaya kuliahku benar-benar tercover dari pekerjaanku tersebut. Bahkan satu ketika aku pernah bekerja hingga larut malam untuk bisa membiayai kuliah. Pagi hari adalah guru TK, selepas dzuhur hingga sebelum margib berkeliling sebagai guru privat dan selepas magrib melakukan kerja part time di salah satu café di Sukabumi. Selama kurang lebih satu bulan aku pulang ke rumah pukul 12 malam hanya untuk tidur dan beristirahat.

                Akhirnya lulus pada akhir tahun 2018, Tahun Ini aku genap berusia 27, selama itu pula banyak kisah yang dilalui untuk sampai pada titik ini. banyak luka dan kepedihan menghiasi setiap perjalanan, termasuk ketika Allah kembali mengambil satu sosok paling berharga dalam hidup. 2016 Mama berpulang tanpa sempat terlebih dahulu bertemu menantu idamannya, yang menikahiku dua tahun setelah Mama tak lagi menyertaiku dengan raganya. 

                Satu hal yang senantiasa menjadi sebuah  keyakinan, hari ini aku masih bersama Mama dan doa-doa terbaik yang ia panjatkan untuku semasa hidupnya. Aku merasakan optimisme yang sering Mama ungkapkan dulu setiap hendak pergi dari rumah. "Sok sing sholehah, sing hasil pamaksudan, sing suksesdunia akherat,", (Semakin sholehah, semoga tercapai segala tujuan, semoga sukses dunia dan akhirat). 

                Secuil cerita yang tertuang dalam untaian kata ini, adalah sebuah proses panjang dari  kehidupan yang aku jalani penuh makna. Dari semua yang terlewati aku benar-benar belajar banyak hal. nilai-nilai kehidupan yang tidak ku pelajari dimana pun bahkan selama 16 tahun mengenyam pendidikan. Nikmat sekali proses ini, dan aku selalu berharap serta berusaha agar setiap yang menimpaku, baik dan buruk akan selalu memberiku kemampuan untuk senantiasa mengambil ibrah. 


Keterangan jenis Tulisan  : Cerita pendek

               

                 

 

               

23 comments:

  1. Selalu ada mutiara kehidupan dalam setiap langkah, ya, Kak. Terus semangat! Saya terharu dengan kisah ini.

    ReplyDelete
  2. Kaaak ih suka banget, ketara banget perjuangannya dan akhirnyaaa bisa sukses yaaa... Uuu semangat kak><

    ReplyDelete
  3. pada satu sisi yang dikupas tapi keren sekali

    ReplyDelete
  4. You're really a tough woman! Keren banget perjuangannya. Sukses terus ya, kak! 😊

    ReplyDelete
  5. semangat teteh ku, salam baktos ka Ibu sareng keluarga

    ReplyDelete
  6. Wanita kuat, wanita hebat. Semangat terus kak

    ReplyDelete
  7. Terharu. Terenyuh membaca ini. Luar biasa kuat.

    Iya, orang tua kita tak jarang berbeda kepribadian dan di situlah peran mereka saling melengkapi.

    Kata-kata almarhumah, kasih sayang almarhum semuanya insyah selalu bersama langkah-langkah Kakak. Isnyaa Allah Kakakpun jadi washilah kebahagiaan mereka di alam sana.

    Terimakasih telah kuat. Kekuatan dan ketegaran itu ditransferkan pada sanubari pembaca.

    ReplyDelete
  8. Whaa, walau berliku jalannya, namun berkat perjuangan dan doa, mimpi dapat terwujud ya Kak.. Semangat!

    ReplyDelete
  9. Allah selalu punya rencana terbaik untuk setiap umatnya. Insya Allah doa orang tua terkabul,terharu

    ReplyDelete
  10. terharuuu... selalu ada hikmah dari setiap hal yang terjadi pada kita kak

    ReplyDelete
  11. MasyaAllah, semangat terus ya mbak! :)

    ReplyDelete
  12. Masya Allah ... Tetap semangat ya mbaaakkk ... Selalu ada hikmah dibalik kehidupan.

    ReplyDelete
  13. selalu percaya bahwa doa-doa dari seorang ibu itu akan menghantarkan kita pada sebuah titik yg paling berokah ya

    ReplyDelete
  14. Masyaallah, hebat sekali perjuangan Mbak Widya. Proses nggak akan mengkhianati hasil, Mbak. Tetap semangat ya

    ReplyDelete
  15. hebat kakk. semangat terus ya kakk

    ReplyDelete
  16. baca ceritanya jadi terharu. Meemberikan motivasi untuk memberikan yang terbaik untuk orang tua dan keluarga.

    ReplyDelete
  17. MaasyaAllah luar biasa kisah nY kak. Sukses selalu

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah kak, tidak ada kata yang terlambat untuk meraih sesuatu. Bersyukur punya ibu yang mendukung juga mendoakan. Semoga ke depannya, apa yang diusahakan bisa dilancarkan ya kak.

    ReplyDelete
  19. Semangat terus ya kak. Apa yang hadir itu adalah yang terbaik menurut Allah. Jangan patah semangat ya kak. Sehat-sehat terus disana

    ReplyDelete
  20. Semangat kak.... Janga pantang menyerah. Allah tau yang terbaik untukmu

    ReplyDelete