Tuesday, September 29, 2020

Mencari Halal

September 29, 2020 0 Comments

  

www.google.com

                Menjadi salah satu pendidik bagi Anak Usia Dini sejak 7 tahun lalu membuatku memiliki banyak kisah menarik berkenaan dengan mereka. Selain salah satunya adalah tentang bagaimana aku belajar dari dunia mereka para jiwa yang tulus jujur. Aku juga disuguhi kelucuan-kelucuan tingkah mereka hampir setiap hari.          

           Bagaimana tidak?, kejujuran mereka terkadang menjadi tawa yang mungkin tidak aku dapati di luar sana. Kepolosan mereka dalam bertingkah dan bertutur kata terkadang menjadi ketulusan yang meninggalkan kesan mendalam. Bagiku mereka adalah makhluk yang indah. Dari sisi terdalam hatiku mereka salah satu dari sekian banyak hal yang membelajarku akan sebenar-benarnya kehidupan.

                Salah satu kisah menarik bersama kereka, saat ini membuatku teramat merindu di tengah pandemi yang membatasi pertemuan kami. Aku tertawa sendiri mengingat hal itu, rindu akan kejenakaan  dan bagaimana kejujuran bertutur kata serta berperilaku mereka yang dulu hampir setiap hari aku saksikan. Hari ini aku benar-benar merindu.

                Suatu hari di kelas tempat ku mengajar anak kelompok A sebuah Raudhatul Athfal, aku menyampaikan tema “kebutuhanku” dengan sub tema “Makanan dan Minuman Kesukaan”. Dalam satu pekan terdapat satu hari untuk membahas terkait makanan halal dan haram. Seperti biasa kami bercakap-cakap dan anak-anak saling berinteraksi menyebutkan apa saja yang tergolong ke dalam makanan halal dan juga haram.

                Satu ketika aku membahas tentang cara mengetahui jajanan yang anak-anak beli, halal dan boleh di konsumsi adalah  dengan mencari label halal dalam kemasannya. Serta ku sampaikan jika tidak ada label halal lebih baik dihindari. Hingga waktu snack time, sebagaimana anak-anak kebanyakan mereka langsung mempraktekan apa yang aku sampaikan. Pada hari itu semua anak menjadi sangat teliti saat membeli jajanan. Saling memperlihatkan jajanan masing-masih apakah memiliki label hala atau tidak.

                Keesokan harinya di hadapkan pada kondisi serupa ketika snack time. Yang membuatku menggelitik adalah tingkah Cahya salah satu siswa yang tidak menemukan label halal pada kemasan permen miliknya. Seperti merasa bersalah, ketika di tanya teman apakah makanannya memiliki label halal dia langsung berdalih permen itu bukan miliknya, tapi kakaknya yang membeli dan meberikan pada cahya. Tiba-tiba cahya keluar kelas dan menghampiri sang bunda yang menunggunya di area tunggu orangtua. Seketika dia berteriak pada sang bunda “Bun…. Ini kok nggak ada halalnya?”.

                Satu kisah lain datang dari Afifa yang juga membuat aku tak bisa menahan tawa. Ketika bundanya bercerita bahwa sepulang sekolah di hari sebelumnya Afifa membeli jajanan pinggir jalan, dia sibuk mencari label halal pada sterofoam sebagai  kemasan jajanan yang dibelinya. Hingga tidak ia dapati label halal, menurut Sang Bunda dia tampak kecewa.

                Lucu sekali memang anak-anak ini, selalu memiliki cara tak disengaja untuk menghibur orang-orang di sekitar mereka dengan kepolosannya. Dari sana pula aku memahami bahwa sebesar itu pengaruh memberikan sebuah informasi kepada anak-anak jika mereka mampu dengan baik menerima. Dari itulah semakin hari semakin aku mencintai anak-anak serta dunianya.


Monday, September 28, 2020

Nenek Tangguh

September 28, 2020 0 Comments

 

id.pinterest.com

             Untuk tetap melanjutkan hidup, seseorang perlu berupaya melakukan sesuatu agar tetap bertahan . Setidaknya mempu untuk memenuhi kebutuhan pangan harian dari penghasilan yang di dapat. Tidak semua orang memiliki akses untuk mendapat penghasilan yang tergolong cukup atau bahkan lebih. Diluar sana ada yang hanya mampu memperoleh penghasilan untuk satu hari saja memenuhi kebutuhan pangannya. Esok dan seterusnya dia haru kembali berfikir keras.

               Berarti seseorang perlu bekerja setiap hari agar kebutuhannya terpenuhi. Bagi kita yang masih berada pada usia produktif untuk bekerja, tentu bukan hal yang  sulit jika memang kesempatan serta kemampuan bekerja  masih Allah karuniakan. Tapi apa kabar bagi para orang tua di luar sana yang masih harus tetap bekerja di usia yang seharusnya ia habiskan untuk menikmati sisa hidupnya.

                Siang ini berhadapan langsung dengan seorang nenek tua yang tiba-tiba mendatangi rumahku menggunakan sebuah alat bantu untuk berjalan. Langkahnya gontai karena beban yang ia bawa dan diagnosa kesehatannya. Alat bantu untuk  berjalan itu mengisyaratkan bahwa sakit yang ia miliki bukanlah sakit ringan. Ia harus berjuanng melawan sakit, berjalan tertatih dengan alat bantu dan kantung kain berisi barang dagangannya.

                Sang Nenek berusia sekitar 65 tahun itu, berkeliling menjajakan wajik jualannya dari satu rumah ke rumah yang lain. Tak Nampak sedikit pun keluhan saat berjualan walau kondisinya sedemikian menyulitkan. Sang nenek tetap berjuang untuk dapat melanjutkan hidupnya. Walau harus berjalan di bawah terik, ia berusaha sekuat tenaga.

Aku tak pernah tau dia siapa, bukan nenek yang tinggal di sekitar tempat tinggalku. Kadang  aku melihatnya di tempat yang jauh dari tempatnya kini berjualan. Membayangkan seberapa jauh si Nenek berjalan saja , aku merasakan kengerian juga kepedihan. Banyak pertanyaan muncul di kepala, bagaimana kehidupan Si Nenek sebenarnya. Dimana anak-anak mereka, tidakkah sang putra atau putri melarangnya demikin?.

Tak ingin menyalahkan siapa pun, aku tidak pernah tau apa yang terjadi pada orang lain, tak juga tau apa alasan sang nenek di usia senjanya serta dalam kondisi sakit, harus melakukan hal demikian. Aku tidak pernah tau dan tak ingin menghakimi siapapun. Yang terpenting adalah, aku mempelajari beberapa hal dari bagaiman Sang Nenek menjalani hidupnya.

Mungkin dia bisa saja menjadikan kondisinya, sebagai upaya memperoleh penghasilan tanpa harus berjualan atau meminta-minta contohnya. Namun hal itu tidak ia lakukan. D engan gigih ia terus berjalan menjajakan wajik yang mungkin itu pun ia buat sendiri. Semoga kita parakaum muda dapat mengambil pelajaran dari kisah ini. merasa malu jika bertindak malas danengganuntuk berusaha di usia yang jauh lebih produktif dari sang Nenek Tangguh. 

Sunday, September 27, 2020

Derai Air di Tiga Pasang Mata

September 27, 2020 0 Comments

 

id.pinterest.com

Pagi ini ku dapati lagi satu dari sekian banyak  makna hidup yang tampak pada sebuah peristiwa. Seorang gadis tersedu di hadapan wanita paruh baya yang  semakin terlihat tak mampu menahan kekecewaannya. Malaikat kecil dihadapannya telah menjelma menjadi sebuah kepedihan. Wanita paruh baya yang tak lain adalah ibunya mematung dengan tatapan kosong. Sekali pun Sang gadis berusaha memohon dalam derai.

                Teringat beberapa waktu yang lalu, masih tampak kebahagiaan diantara ibu dan gadis bermata coklat berambut ikal itu. Dengan penuh cinta Sang ibu tak pernah meninggalkan rutinitasnya kala pagi menyapa. Menyiapkan sarapan kesukaan putri semata wayang yang selama hampir 20 tahun hadir sebagai satu-satunya orang yang menemani di kala apapun.

                Hidup menjalani dua peran sekaligus sebagai ibu juga ayah, dia berjuang memberikan yang terbaik bagi putri terkasih. Menjadikan masa lalu benar-benar sebagai masa lalu, sekali pun tak pernah menoleh pada masa paling menyakitkan dalam hidup. Tatkala ia dan Sang putri kehilangan arah, satu-satunya tumpuan hidup mereka pergi tanpa sedikit pun kata perpisahan. Hingga kini mereka benar-benar hanya berdua menjalani hari demi hari.

                Dihadapannya memohon seorang putri kecil yang telah beranjak dewasa. Bersimpuh  dengan derai yang semakin sulit tertahan. Tak pernah terfikir oleh nya, bahwa kepedihan 20 tahun silam akan dikembalikan sang putri kebanggaan. Sebelum saat ini, tak pernah sekali pun ia dikecewakan hingga mendapat kepedihan yang teramat dalam.

                Di sudut ruangan, seorang pria dengan wajah tertunduk tak kuasa menahan air mata. Melihat sosok-sosok yang pernah ia tinggalkan tengah berperang perasaan di hadapannya. Perih atas pemandangan yang tampak karena kesalahannya. Mengapa tak ia ambil keputusan lain kala itu?. Setan apa yang membuat ia meninggalkan keduanya?. Kini tinggallah penyesalan terbesar yang tak akan pernah bisa merubah apapun. Tak pernah serapuh itu,ia membiarkan air mata semakin mengaliri pipinya.

                Sementara wanita paruh baya dan gadis yang kini tak lagi kecil itu. Saling memberanikan diri untuk beradu pandang. Tak dapat di pungkiri, isyarat kasih sayang keduanya berbicara hanya dari tatapan mata. Kini takk ada suara selain isak tangis ketiganya, tak ada yang mampu mereka rubah dari masa lalu. Sang putri hanya ingin mengembalikan apa yang sempat hilang darinya. Ia telah amat berusaha, namun wanita paruh baya itu terlalu sakit mengingat masa lalunya. “Putriku sayang mengapa kau lakukan ini?”, dalam peluk disertai isak tangis, mereka tak jua mampu berkata.  

                 

               

Saturday, September 26, 2020

Penantianku Adalah Ilmu

September 26, 2020 0 Comments

 

id.pinterest.com

Tujuan utama dari sebuah pernikahan, selain sebagai ibadah juga untuk memiliki keturunan. Tapi terkait dengan keturunan hal tersebut tidak semata-mata diinginkan, diupayakan kemudian mendapatkan begitu saya. Bagi sebagian orang yang menginginkan lalu mengupayakan belum sepenuhnya kemudian mendapatkan.

Di luar sana banyak pasangan yang dengan mudah mendapatkan setelah mengupayakan, namun ada pula yang mengupayakan dengan segala yang mereka mampu hingga bertahun-tahun lamanya, namun belum kunjung mendapatkan. Tidak sedikit, karena yang demikian itu kadang berjuang tanpa mengumbar seberapa sulit mereka berusaha menadapatkan keturunan.

Aku adalah satu diantara mereka yang harus lebih bersabar menunggu hadirnya malaikat kecil di rumah kami. Setelah beberapa upaya dilakukan untuk memperoleh keturunan, Allah belum mengkaruniakan apa yang menjadi harapan terbesar dalam pernikahan ku dan suami.  Sampai detik dimana aku menulis ini, Qadarullah belum aku terima kabar bahagia perihal kehamilanku.

Apa yang aku dan para pasangan di luar sana rasakan bukanlah sesuatu yang mudah. Menjadi biasa jika harus mendengar pertanyaan “Udah hamil belum?”, “kok belum hamil?” dan “kapan nyusul?”, yang terkadang membuat hati hilang rasa bahagia serta telinga ingin memiliki filter untuk tak mendengar ketika sipapun bertanya demikian.

Banyak cerita selama penantian menunggu malaikat kecil kami. Tentu mereka di luar sana pun demikian, dengan cerita-cerita yang berbeda. Tapi, ada satu nilai penting yang aku dan suami pelajari selama dua tahun masa penantian. Dari sekian drama yang tak mudah di lewati aku menyadari bahwa disampig diri ini masih perlu banyak belajar sabar, kami sesungguhnya belum siap menjadi orang tua bagi titipan Allah yang kelak akan hadir.

Kenapa begitu?, aku dengan basic Pendidikan Anak Usia Dini, sedikit tau mengenai bagaimana cara mendidik dan membesarkan seorang anak. Apa yang harus dan tidah boleh kita lakukan sebagai orang tua, menjadi materi yang tidak asing ku dengar ketika menempuh pendidikan. Saat menikah aku merasa siap menjadi seorang ibu dengan apa yang sebelumnya aku pelajari.

Tapi bagi Allah tidak demikian, banyak yang aku belum ketahui tentang bagaimana sesungguhnya mendidik hamba Allah yang kelak memanggilku juga suami dengan sebutan Ayah dan Ibu. Apa yang secara teoritis aku pelajari, dari sisi realitas belum banyak aku lihat.   Tanpa aku sadari sebelumnya, selama masa penantian ini Allah benar-benar tunjukkan seberapa penting  yang aku pelajari untuk kemudian  di realisasikan pada anak sendiri nanti.

Melalui beberapa keluarga yang akhirnya menjadi panutanku dalam mendidik anak. Aku tau apa yang mungkin bisa di lakukan  lakukan agar memiliki anak yang berkualitas dari berbagai sisi, baik sosial, emosional, spiritual dan berkepribadian baik  serta berakhlakul karimah.

                Dari mereka aku menyadari bahwa Allah teramat baik dengan segala bentuk kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik, siap secara fisik, mental dan spiritual untuk tumbuh menjadi orang tua terbaik bagi anak-anakku kelak.

                Teman-teman di luar sana, jika Allah belum hadirkan malaikat kecil dalam rumah tangga kita, mari lihat betapa banyak sisi baik yang Allah tunjukkan selama masa penantian, dan kita akan semakin banyak mensyukuri setiap karunia-Nya. 

 

 

Friday, September 25, 2020

RSS, Gerbang Komunitas Guru Penulis Madrasah

September 25, 2020 0 Comments

 


Berawal dari mengikuti lomba Real Short Story yang di selenggarakan Kementrian Agama Kabupaten Sukabumi , dalam rangka memperingati  Hari Amal Bhakti ke-73. Akhirnya hari ini di Kantor Kementrian Agama, kami di pertemukan untuk membahas perihal penyusunan buku antologi ke-2 guru Madrasah.

Berbicara tentang buku, Alhamdulillah satu tahun setelah kegiatan lomba, kami menerbitkan semua naskah  dalam sebuah antologi dengan judul “Guru Madrasah, Bagja dan Berkah”. Buku tersebut berisikan praktik baik mengajar para guru di lingkungan Kementrian Agama mulai dari RA, MI, MTs dan MA. 

Buku pertama kami para guru Madrasah di Kementrian Agama Kabupaten Sukabumi kemudian launching di HAB Kementrian Agama ke-74, januari  2020 lalu. Saat itulah hampir 90% persen kontributor hadir dalam acara peluncuran buku Guru Madrasah Bagja dan Berkah. Acara tersebut juga dihadiri Bupati Sukabumi bapak Marwan Hamami. 

Setelah buku pertama terbit saya fikir grup RSS (Real Short Story) akan berakhir  mengingat goals dari event RSS itu telah terealisasi . Namun ternyata tidak, karena akhirnya kami memutuskan untuk menerbitkan antologi ke-2 di tahun ini. Kali ini pesertanya tidak hanya teman-teman di grup RSS saja, karena kami memboyong teman-teman guru Madrasah yang lain untuk membuka sebesar- besarnya kesempatan mengembangkan potensi menulis para guru Madrasah.

Dalam perjalanannya, ketika harus  ada tim penyusun untuk buku ke-2 dan kesempatan diberikan kepada siapa pun yang ingin bergabung. Saya memutuskan untuk menjadi bagian dari tim tersebut  bersama teman-teman perwakilan dari semua jenjang pendidikan. Dipertemukan dengan orang-orang yang luar biasa dan memberi kesempatan untuk semakin banyak belajar, tentu ini menjadi bagian dari momentum besar dalam perjalanan saya di dunia literasi. 

Setelah beberapa lama bersua di dunia maya, sesekali bertemu singkat. Hari ini kami benar-benar dipertemukan dalam sebuah forum diskusi. Selain untuk membahas perihal penerbitan buku ke-2 guru madrasah kami juga memiliki harapan besar untuk membentuk sebuah komunitas penulis yang di dalamnya adalalah para guru Madrasah di lingkungan Kementrian Agama Kabupaten Sukabumi. Kami menyebutnya Komunitas Penulis Guru penulis, semoga setelah terbit buku ke – 2 ini kami bisa lebih fokus merealisasikan pembentukan komunitas tersebut.

Thursday, September 24, 2020

Apa Kamu Percaya Peri Itu Ada?

September 24, 2020 0 Comments

 

id.pinterest.com

                Kamu Percaya bahwa Elf atau sejenis Peri ada di dunia ini?. Mungkin bagi kita sebagain besar penduduk Indonesia tidak terlalu mempercayai adanya peri. Walaupun sebagian orang mungkin ada saja yang percaya, bahkan mengaku pernah melihat secara langsung wujud dari makhluk kecil ini.

                Dalam dongeng-dongeng atau film seperti The Lord Of The Ring atau Tinkerbell, Peri digambarkan sebagai makhluk kecil yang identik dengan alam. Mereka sering kali di ceritakan hidup dan tinggal di dalam hutan. Berwujur seperti manusia hanya saja mereka memiliki sayap dan bisa terbang. Bagaimana?, apa mungkin kamu salah satu yang percaya behwa mereka ada dan hidup berdampingan bersama manusia?.

 Berbeda dengan kebanyakan orang di dunia yang mungkin menganggap bahwa Elf betul-betul hanya tokoh dalam sebuah dongeng. Lebih dari 50% penduduk Islandia meyakini keberadaan Elf dan mempelajari tentang makhluk tersebut. Tak tanggung-tanggung, Disana berdiri sebuah sekolah yang mempelajari 13 jenis Elf, ban bagaimana cara mereka hidup. Sekolah tersebut bernama Alfaskolin atau Elf School yang terletak di Reykjavik, Islandia.

                Layaknya dalam dongeng, masyaraka Islandia juga percaya bahwa Elf adalah makhluk yang memiliki kekuatas magis. Para Elf diyakini hidup berdampingan dengan mereka, hingga banyak penduduk Islandia sengaja membangun afhol atau rumah Elf  di pekarangan mereka. 

                Setiap Negara memiliki mitos terkait Elf yang berbeda-beda. Dalam mitologi Jerman misal, Elf merupakan Dewa Ras Kesuburan, tinggal di daerah  yang asri dan alami. Digambarkan sebagai makhluk yang selalu tampak segar dan muda. Penggambaran Elf juga tidak terbatas pada makhluk kecil, berperawakan seperti manusia dan bersayap serta selalu tampak muda dan cerah. Di Inggris justru Elf digambarkan sebagai sosok kakek-kakek tua bertubuh kecil.

                Bahkan dalam beberpa sumber, Elf dikatakan sebagai Peri, sementara dalam sumber lain Elf adalah Elf dan Peri adalah Peri.

                Nah…..gimana nih kira-kira?, kamu termasuk yang percaya Elf atau tidak?. Semua kembali pada bagaimana seseorang memiliki sudut pandang. Jika benar ada, tentu tiada yang tidak mungkin bagi Allah.

Wednesday, September 23, 2020

Aku dan Nikmat Sebuah Proses

September 23, 2020 23 Comments

                Ayahku terbaring dengan segala keluh akan sakit yang beliau rasa. Lebih tiga bulan hingga tubuhnya seperti tak berdarah, pucat dan lemah. Setiap hari kami harus bergantian mengurusinya yang tak lagi mampu melakukan banyak hal, bahkan untuk sekedar bangun dari tempat tidur. Abah, kami memanggilnya kian hari kian tampak berbeda dari ia yang dulu masih tampak sehat dan bugar.

                Pada hari dimana ku dapati rapot kenaikan kelas. Bahagia bukan main naik tingkat ke kelas VIII Sekolah Menengah Pertama dengan hasil memuaskan. Bayangan masa depan rasanya semakin tampak, akan melanjutkan pendidikan ke sekolah yang sejak lama ku impikan. Hari itu pembahasan seputar kenaikan kelasdannilai memuaskan menjadi topik paling dibicarakan di rumah kami.  Hingga sebuah panggilan khas Abah kepada anak-anaknya terdengar dari ruangan dimana ia terbaring. Ku penuhi panggilannya, duduk di sampingnya dan seperti biasa tertunduk  tanpa keberanian menatap matanya.

                “Kamu tau kan bagaimana kondisi kita sekarang?, Abah tidak bisa berbuat apapa”, beliau mengawali pembicaraan dengan pertanyaan yang membuatku mulai gusar. Aku seperti tau apa yang akan beliau sampaikan, namun berusaha menutupi dan berharap yang ku fikir tak akan ku dengar.

                Tak sepatah pun kata terucap,  hanya mampu merasakan detak jantung semakin tak beraturan. Hingga saat itu tiba, dan benar saja rasanya duniaku seketika runtuh. Abah benar-benar memintaku untuk tak melanjutkan sekolah.
                “Kalau sekolahmu disimpan satu tahun saja nggak masalah kan?, kondisi Abah begini, Ibumu hanya dagang dan penghasilannya nggak seberapa, jangan dulu lanjutkan sekolahmu”. Ungkapan yang tanpa basa-basi itu membuatku mematung, sudah tak mampu tertahan linangan air di kelopak mata. Sebagai penghormatan, ku ucap “iya” dan berlalu meninggalkanya.

                Di balik lemari kayu jati masih di ruang  tempat Abah berbaring, tanpa terlihat olehnya aku sandarkan tubuh dengan perasaan hancur. Membayangkan teman sebaya pergi bersekolah sementara aku akan menjadi penonton dari balik kaca jendela. berusaha menahan isak meski air mata semakin menganak sungai. Mama di luar sana menungguku, walau enggan tapi aku tak punya pilihan untuk membiarkan mama melihat begitu rapuhnya aku kala itu.

                “Nggak usah khawatir, Allah pasti tolong kita apalagi untuk urusan mencari ilmu. Kamu tetap akan sekolah”. Mama tau apa yang Abah sampaikan padaku, mungkin karena ini bukan kali pertama. Sebelumnya Abah juga sempat memintaku tak melanjutkan sekolah saat aku lulus Sekolah dasar. Tapi aku punya ibu yang luar biasa, tatkala Abah terlalu pesimis dibalik kemelankolisannya, Mama justru selalu mengejutkannku  dengan optimisme yang kuat akan kesuksesan kami anak-anaknya.
               

***

                Dari pengalaman itu aku memahami betul bagaimana Mama dan Abah sangat bertolak belakang. Dan aku mewarisi kemelankolisan Abah, serta bagaimana ia mudah putus asa. Tidak menyalahkan Abah dengan segala yang pernah dia putuskan. Kini aku merasakan betul bagaimana berjuan menjadi diri dengan kepribadian melankolis. Jika Allah takdirkan Abah dengan kondisi serba berlebihan dari sisi materi, dia adalah sosok ayah yang baik dan  senang berbagi.

                Tak lama berselang sejak Abah memintaku berhenti sekolah, Allah lebih menyayanginya dan mengambil sosok Ayah di rumah kami. Setelahnya Aku tetap bersekolah dengan keteguhan hati Mama juga bantuan dari kakak-kakakku.

                Lulus Madrasah Aliyah (MA) aku mendaftarkan diri ke salah satu Universitas Negeri di Bandung. Mengambil jalur beasiswa adalah pilihan terbaik karena Mama tidak memungkinkan membiayai kuliahku. Apa yang terjadi pada seorang Widya Bahri kala itu adalah berhadapan dengan perasaan ketika diminta Abah berhenti sekolah. Benar….. aku tidak lulus masuk perguruan tinggi bahkan setelah mengikuti tes-tes dengan jalur yang lain.

                Si melankolis kembali menunjukkan jati dirinya, aku galau berkepanjangan. Kuliah adalah mimpi terbesarku, dan rasanya sulit menerima kenyataan untuk menunda melanjutkan pendidikan. Tapi apa yang bisa aku perbuat selain mengalah pada takdir. Tidak mungkin memaksa Mama membiayai kuliah sementara aku tau betul bagaimana beliau berjuang dengan sangat luar biasa hanya untuk membiarkannku tetap bisa pergi ke sekolah.

                Aku mengalah, bekerja adalah sebuah pilihan yang bijaksana. Hingga tibalah pada perjuangan yang sesungguhnya. Mulai bekerja di sebuah pusat perbelanjaan sebagai pramuniaga, aku benar-benar menabung untuk biaya kuliah. Menahan ego untuk konsumtif terhadap apa yang aku lihat dan inginkan. Hingga satu tahun setelahnya aku mendaftar ke salah satu universitas negeri dan mimpi demi mimpi  satu per satu mulai ku wujudkan.

                Selama proses menjalani aktifitas sebagai mahasiswa, aku tetap bekerja. Hanya saja kali ini tidak lagi menjadi pramuniaga, tapi guru taman kanak-kanak dan guru privat yang setiap hari harus berkeliling dari satu rumah kerumah yang lain. Sangat menikmati itu sebagai sebuah profesi, dan biaya kuliahku benar-benar tercover dari pekerjaanku tersebut. Bahkan satu ketika aku pernah bekerja hingga larut malam untuk bisa membiayai kuliah. Pagi hari adalah guru TK, selepas dzuhur hingga sebelum margib berkeliling sebagai guru privat dan selepas magrib melakukan kerja part time di salah satu café di Sukabumi. Selama kurang lebih satu bulan aku pulang ke rumah pukul 12 malam hanya untuk tidur dan beristirahat.

                Akhirnya lulus pada akhir tahun 2018, Tahun Ini aku genap berusia 27, selama itu pula banyak kisah yang dilalui untuk sampai pada titik ini. banyak luka dan kepedihan menghiasi setiap perjalanan, termasuk ketika Allah kembali mengambil satu sosok paling berharga dalam hidup. 2016 Mama berpulang tanpa sempat terlebih dahulu bertemu menantu idamannya, yang menikahiku dua tahun setelah Mama tak lagi menyertaiku dengan raganya. 

                Satu hal yang senantiasa menjadi sebuah  keyakinan, hari ini aku masih bersama Mama dan doa-doa terbaik yang ia panjatkan untuku semasa hidupnya. Aku merasakan optimisme yang sering Mama ungkapkan dulu setiap hendak pergi dari rumah. "Sok sing sholehah, sing hasil pamaksudan, sing suksesdunia akherat,", (Semakin sholehah, semoga tercapai segala tujuan, semoga sukses dunia dan akhirat). 

                Secuil cerita yang tertuang dalam untaian kata ini, adalah sebuah proses panjang dari  kehidupan yang aku jalani penuh makna. Dari semua yang terlewati aku benar-benar belajar banyak hal. nilai-nilai kehidupan yang tidak ku pelajari dimana pun bahkan selama 16 tahun mengenyam pendidikan. Nikmat sekali proses ini, dan aku selalu berharap serta berusaha agar setiap yang menimpaku, baik dan buruk akan selalu memberiku kemampuan untuk senantiasa mengambil ibrah. 


Keterangan jenis Tulisan  : Cerita pendek

               

                 

 

               

Tuesday, September 22, 2020

Tips Menghadapi indikasi Penipuan Lewat Sosial Media

September 22, 2020 0 Comments



Berdialog dengan diri sendiri. Bertanya-tanya ada apa akhir-akhir ini. Walaupun saya  tau bahwa ada banyak pelajaran penting yang diambil dari apa yang sampai hingga detik ini. Namun tetap saja didalam benak beterbangan perasaan dan fikiran di balik kalimat tanya "Ada apa ini?". 

Jadi begini, beberapa pekan kebelakang saya berkali - kali dihubungi nomor tak di kenal. Ketika telpon coba saya jawab, sambungan justru terputus. Kedua kali suara seorang pria terdengar dari balik telpon berkata "Lagi dimana??". Saya lantas menjawab bahwa sedang berada di rumah. 

"Masih inget nggak?" Lanjutnya, sementara saya kebingungan tentang suara di balik telpon. Nyatanya memang tidak mengenal suara siapa itu. "Siapa ya. Ini", masih mencoba mengingat, tiba-tiba saja dia berkata seolah-seolah kami sudah lama saling mengenal, "Masa lupa sih", terdengar suara tawa kecil setelahnya. Kemudian entah kenapa tiba-tiba saya menyebutkan satu nama saudara,  anggaplah dia  Sani. 

"Oh.... Ini Sani bukan?, 

"Nah..itu inget, iya aku Sani. Kamu apa kabar? 

"Alhamdulillah baik" jawabku

"Aku kena musibah nih, bisa tolongin nggak?"

                                          ***

 yang aneh dengan dialog tersebut. Namun pada kalimat terakhir saya benar-benar merasa terganggu ketika mendengarnya. Dari sana mulailah otak bekerja untuk menganalisa segala kemungkinan yang terjadi. Tidak lantas panik dan berusaha selalu positif. Alhasil saya mulai menemukan banyak fakta bahwa ini adalah upaya penipuan.

Terkadang dalam kondisi tertentu kita perlu berfikir logis dan kritis tatkala mendengar seseorang meminta pertolongan.  Bukan suudzhon, tapi ini merupakan salah satu bentuk antisipasi seandainya terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan. Apalagi saat ini kita berada di era digital yang kadang teramat menakutkan. Fakta apa saja yang saya temukan dan bagaimana a tips untuk dapat berfikir logis dalam kondisi tersebut menurut  versi saya. 

Monday, September 21, 2020

"Penulis Jujur", Mungkin Saya Belum

September 21, 2020 0 Comments

 

id.pinterest.com

                Bismillah….

                Kembali pada aktivitas yang belakangan menjadi rutinitas sejak memutuskan mengikuti event One Day One Post.  Memposting satu hari satu tulisan yang hanya bisa saya lakukan dimalam hari, memberikan atmosfir berbeda dari rutinitas saya sebelumnya. Ada kebanggaan tersendiri tatkala melihat blog terisi cukup banyak tulisa-tulisan sendiri. Padahal sebelumnya blog hanya sempat diisi paling tidak satu kali selama 3 bulan, itu pun jika ingin.

                Ngomong-ngomong soal menulis yang menjadi aktivitas utama di ODOP. Kami pun melakukan apa yang disebut Blog Walking  atau mengunjungi blog teman-teman lain di Squadron Blog. Nah.. tadi siang saya mengunjungi beberapa blog dan menemukan satu blog milik kak Indah Lidya yang artikelnya related banget sama kegalauang saya akhir-akhir ini.

                Jadi artikel kak Indah itu membahas tentang bagaimana menjadi penulis yang jujur. Menurut kak Indah menulis itu adalah aktivitas yang membutuhkan keterlibatan emosi di dalamnya. Dimana ketika seseorang menulis tentu dia harus mampu menyampaikan rasa dari apa yang di tulisnya kepada pembaca. Jadi bagaimana bisa penulis memberi rasa pada setiap kata, jika dia tidak melibatkan emosi dan jujur terhadap apa yang ditulisnya.

                Terkait menulis yang melibatkan emosi dan jujur terhadap apa yang saya rasakan ketika menulis. Beberapa waktu lalu sempat berbincang dengan teman sesama penulis tentang apa yang saya alami berkaitan dengan ini. dimana saat ini saya tengan  merasa  kehilangan rasa ketika menulis. Menulis hanya untuk menyelesaikan tantangan tanpa merasa memiliki tanggung jawab untuk  menyampaikan pesan dari apa yang sedang saya tulis

                Rasanya benar-benar hambar, saat menulis hanya mendapat kepuasan karena menyelesaikan satu tulisan.  Bukan puas Karena mampu menyampaikan sesuatu kepada pembaca yang didalamnya memiliki pesan-pesan positif. Dan yang paling miris adalah ketika membaca ulang tulisan, saya tidak merasakan hadirnya ruh dalam tulisan tersebut, kosong dan hampa. Bagaimana pembaca merasakan ruh dari apa yang saya tulis jika penulisnya sendiri tidak merasakan itu. Mungkin ini yang disebut dengan ketidak jujuran seorang penulis terhadap karyanya.

                Setelah membaca artikel kak Indah, saya menyadari beberapa hal penting yang perlu di fikirkan ketika hendak menulis. Agar saya tidak hanya sekedar menulis, tapi juga mampu berbagi hal-hal positif dari apa yang saya tuangkan dalam kata. Serta terimakasih untuk kak Indah yang juga memberi tips menjadi penulis yang jujur dalam artikelnya.  

Sunday, September 20, 2020

Keluarga, Harta Paling Berharga

September 20, 2020 0 Comments

Mengurai cerita dari satu sisi kehidupan  yakni  keluarga. Dua tahun lalu jika tak salah, saya sempat menulis tentang mereka  di sosial media, di sematkan beberapa foto family camp pertama kami sebelum saya menikah satu tahun setelahnya.  Selepas  itu masih banyak tulisan-tulisan saya yang di dalamnya menceritakan keluarga.

                Kenapa sih seneng banget nulis topik itu?. seandainya ada pertanyaan semacam itu, satu hal saja yang ingin saya katakan “Keluarga adalah tempat kembali”, selalu ada kalimat itu di beberapa tulisan saya tentang kelurga. Ini  hanya dalam konteks berkehidupan di dunia, karena hakikatnya satu-satunya tempat kembali adalah Allah SWT.

Seberapa buruk dan seberapa sulit tekanan yang kita hadapi keluarga selalu memiliki kelapangan membuka hati untuk senantiasa menerima kita kembali. Saya tau betul bagaimana mereka  memiliki kelapangan hati untuk senantiasa menadampingi dikala sedih, memberi support terbaik kala terjatuh, mengingatkan ketika kita melakukan kekeliruan. Dan aku melewati fase itu hingga menyadari betapa berharga nya kehadiran mereka

     Masa lalu memberi saya  peluang untuk menyadari  itu. banyak hal di  masa lalu yang membuatku belajar memaknai  lebih dalam akan kehadiran keluarga. Pada satu kondisi  di masa lalu tersebut,  saya  mengalami apa itu sebuah labilitas dari sisi berperilaku, berkata dan berfikir.

     Ketidak mampuan mengelola ketiganya dengan baik, serta labilitas dan ego yang masih mendominasi  diri. Kala itu saya benar-benar pernah berada pada problematika kehidupan yang membuat saya mengisolasi diri dari keluarga. Keegoisan tak mendasar membuat saya menjadi pribadi yang merasa diri ini paling benar. Nah loh…… serius dalam kondisi ini aku kerepotan banget.

                Kisah cinta yang hanya memikirkan perasaan saya saat itu, adalah salah satu yang mengawali semua problem di masa lalu. Sedang dalam kondisi begitu mengagumi seseorang , saya memilih menutup telinga atas apa yang keluarga sampaikan. Saran, petuah, dan  komunikasi baik yang berusaha mereka lakukan dengan baik, seakan menjadi bola api yang akan dengan cepat saya lempar karena rasa panasnya.

                Saya lupa akan posisi mereka sebagai orang terdekat dan paling mengerti ketimbang siapa yang saya berusaha perjuangkan. Saya lupa mereka menyadari kerasnya hati ini, tapi tetap berusaha melindungi. Saya lupa pada akhirnya benar-benar pada mereka diri ini kembali untuk sebuah penerimaan.

                Telah tiba saat saya terjatuh, saat itu aku mengerti mereka tetaplah paling mengerti dan kapan pun senantiasa menerima kita kembali. 

Saturday, September 19, 2020

Benarkah Nefertiti Lebih Cantik dari Cleopatra?

September 19, 2020 0 Comments
www.google.com


                Siapa Nefertiti, ketika yang saya tau Cleopatra adalah wanita paling berpengaruh pada masa peradaban Mesir Kuno. Mungkin kalian pun demikian lebih sering mendengar nama Cleopatra ketimbang Nefertiti. Padahal menurut cerita, Nefertiti adalah perempuan paling berpengaruh pada masanya.

     Merupakan istri seorang Firaun bernama Akhenaten, Nefertiti dikenal sebagai ratu paling agamis kala itu. Pada masa kepemimpinannya mereka dianggap sebagai pasangan yang membawa kejayaan terbesar peradaban Mesir Kuno. Melakukan perubahan-perubahan besar salah satunya memindahkan ibu kota dari Thebes ke Amarna. Setelah Akhenaten meninggal Nefertiti lah yang kemudian memegang tahta sebelum Tutankhamun menggatikannya.

Nama “Nefertiti merupakan nama pemberian Akhenaten sebagai bukti cintanya pada Nefertiti. Memiliki arti “Wanita cantik dari Athen”, dimana Athen merupakan semacan nama Tuhan di kalangan masyarakat Mesir kala itu. Ini membuktikan bahwa  nama “Nefertiti” bahkan menjadi lambang kecantikan Sang Ratu Mesir itu sendiri.

                Selain dikenal religius dan memiliki pengaruh besar terhadap kejayaan peradaban Mesir Kuno, Nefertiti juga dikenal karena kecantikannya yang konon tidak kalah dari Clepoatra. Bahkan beberapa sumber menyebutkan  bahwa kecantikan Nefertiti melebihi Cleopatra, benarkah?.

                Dari penemuan-penemuan berupa patung dan pahatan diketahui bahwa Nefertiti merupakan wanita cantik pada  masa itu. Dikisahkan selain memiliki bibir merah dan mata coklat almond, Nefertiti juga memiliki tubuh ramping hingga kecantikannya nyaris sempurna. Mungkin itu salah satu alasan banyak rumor beredar bahwa Nefertiti tidak kalah cantik atau bahkan lebih cantik dari Cleopatra. Wallahu a’lam bisshawab

Dari  sumber-sumber yang saya dapat menegenai sosok Nefertiti. Diceritakan bahwa ia sempat dikhianati oleh suaminya Akhenatin. Walaupun Nefertiti cantik namun ia tidak bisa memberikan keturuna untuk Akhenaten, sementara Akhenaten merasa ia harus memiliki anak sebagaipenerus tahtanya. Hingga Akhenaten menikahi adik kandungnya sendiri dan memiliki anak laki-laki yang kemudian meneruskan tahtanya yakni Tutankhamun.

Konon Tutankhamun semasa kecil tidak pernah lepas dari berhatian Nefertiti sebagai ibu tirinya. Bahkan yang lebih hebat Nefertiti tidak memiliki dendam sama sekali atas penghianatan Akhenaten. Dari kisah ini mungkin Nefertiti tidak hanya dikenal memiliki kecantikan paras. Namun dia juga memiliki kebaikan hati.

Dari semua kisah tentang Nefertiti, sayangnya hingga kini  layaknya penguasa Mesir lain, belum ditemukan mumi dari sang Ratu cantik tersebut. Padahal jika saja ditemukan maka itu akan menjadi bukti kebenaran rumor yang beredar tentang Nefertiti selama ini. Bahkan kematian Nefertiti pun seperti menjadi sebuah misteri. Belum adayang mengetahu pasti apa penyebab meninggalnya istri dari Akhenaten tersebut.

               

Dari ODOP, Tentang Aku dan Waktu

September 19, 2020 0 Comments
id.Pinterest.com

Bismillah,

                Bisa nulis setelah kerja musiman akhirnya kelar. Beberapa  minggu belakangan dihadapkan pada kondisi banyak hal mendesak yang harus dikerjakan, curi-curi waktu supaya tetep bisa menghasilkan tulisan dan tidur lebih malam dari biasanya. Harus juga ikhlas bikin hutang tulisan di event one day one post untuk pekan pertama dan kedua.

Eh, ini bukan keluhan ya tapi curcol wkwkw. Aku  memutuskan untuk ikut OPREC ODOP padahal tau dua atau tiga bulan kedepan akan dihadapkan pada pekerjaan yang sekarang tengah dikerjakan. Maklum saja nunggu event ini tuh udah jauh-jauh hari semenjak ikut Ramadhan Writing Challenge.

                Tau “
Kalau nggak ikut sekarang mungkin harus nunggu lebih lama lagi”, dan itu yang aku nggak ingin hadapi, penyesalan seandainya memutuskan nggak ikut OPREC ODOP. Tapi sekali lagi ini bukan keluhan, hanya saja dari sini dan dalam postingan kali ini aku ingin berbagi dengan kalian tentang apa yang akhirnya aku pelajari dari momentum ini.

                Dengan segala kerumitan yang dihadapi, aku menjalani walaupun beberapa hal harus di korbankan. Tapi dari semua yang terjadi, Pertama aku menyadari bahwa faktanya terkadang kita memang tidak selalu bisa melakukan banyak hal. Seandainya nggak terlalu urgen, saranku ya… pilih yang memang paling mungkin dilakukan sesuai kapasitas kita. Jangan terlalu memaksakan.

                Kedua dan yang paling penting buatku, akhirnya menyadari bahwa waktu sesingkat apapun tetaplah waktu. Selalu memiliki nilai dan selalu akan berlalu. Dari sini aku ngerasain banget kalau waktu satu menit pun tetap bernilai. Satu menit itu kita tetap bisa melakukan sesuatu dan menghasilkan sesuatu, terlepas apa  kemudian yang dihasilkan kembali pada kita sebagai pengguna waktu.

                Dulu sering banget nunda waktu seandainya ada niatan buat nulis, “Tanggung ah…. 30 menit  lagi Adzan Dzuhur, nanti deh habis dzuhur”. Sementara itu 30 menit sebelum dzuhur tadi malah aku gunakan untuk man handphone, cek sosial media, scroll-scroll nggak jelas tujuannya apa. Padahal 25 menit aku bisa tetap menulis dan menghasilkan tulisan walau hanya dapat satu paragraph, dan 5 menit berikutnya aku gunakan untuk prepare shalat dzuhur.

                Ahhh….. baru deh aku sadar betapa selama ini masih lalai menghargai waktu yang aku miliki. Belum dengan maksimal menggunakannya untuk kebaikan dan lupa betapa berharganya ia. mari teman-teman kita belajar memaknai betapa waktu begitu berharga dan sesingkat apapun, dia tetap memiliki nilai dan menentukan apa yang setelahnya terjadi pada kita.

Thursday, September 17, 2020

Isu Sosial di Balik Cream Tilik dan Cream

September 17, 2020 27 Comments
google.com
    Oke baik, ini pertama kalinya saya mereview film dalam blog ini. Perlu sedikit ekstra meningkatkan insting untuk memaknai maksud sebuah film. Berusaha pula melihat berbagai sudut pandang dari setiap adegan, menemukan kesimpulan hingga menontonnya secara berulang-ulang. 

     Film pertama adalah film bergenre comedy dengan daya tarik kehidupan perempuan masa kini.  Filmakhir-akhir ini viral dan banyak menjadi perbincangan, mencoba mengangkat isu sosial yang lekat dengan kehidupan masyarakat pada umumnya, film pendek berdurasi 32 menit ini menceritakan tentang masyarakat Jawa dalam tradisi menjenguk orang sakit yang disebut dengan istilah tilik. 

    Dikisahkan beberapa ibu-ibu di sebuah desa hendak menjenguk ibu Lurahnya yang tengah di rawat di rumah sakit. Perjalanan cukup jauh menuju rumah sakit membuat para wanita paruh baya itu menghabiskan waktu dengan berbincang di atas mobil truk terbuka selama perjalanan. Film ini sangat kental gambaran realitas kehidupan ibu-ibu kebanyakan dengan aktivitas ngerumpinya. 

    Bu Tejo salah satu tokoh dalam film tersebut berperan sebagai sosok yang mengawali cerita tilik. Membuka perbincangan dengan opininya tentang Dian, Bu Tejo berhasil membuka gerbang bagi lebih banyak opini dari ibu-ibu yang lain. Jadilah gambaran suasana yang tak asing banyak kita temukan dalam kehidupan nyata . 

     Sutradara Tilik yakni Wahyu Agung Prasetyo berusaha mengangkat isu sosial di masyarakat terkait maraknya penyebaran hoax menjelang pemilihan presiden 2019 lalu. Potret itu mendorongnya untuk menciptakan sebuah tontonan yang relevan dengan kondisi tersebut. Pun dalam film ini diketahui di akhir cerita, bagaimana dampak dari tidak memilih dan memilah datangnya sebuah informasi. 

google.com
 Kondisi serupa juga hadir dalam film pendek besutan sutradara kelahiran Inggris David Firth. Bertajuk Cream, film berdurasi sekitar 10 ini juga berisi tentang isu sosial di masyarakat. Cenderung lebih kompleks pada dasarennya film ini merupakan upaya mengkritisi kehidupan masyarakat modern dewasa ini.

    Cenderung lebih politis dan berbau konspirasi, Firth memperkenalkan karyanya yang menceritakan tentang seorang ilmuan bernama Dr. Bellifer yang selama bertahun tahun memisahkan, merenggang partikel terdistorsi hingga akhirnya mengungkapkan produknya yang revolusioner  yakni "Cream". Sebuah krim yang memiliki kekuatan untuk mengatasi segala permasalahan di dunia.

    Bagaimana tidak?, krim ini di buat untuk memperbaiki dunia. Melepaskan dunia dari belenggu ketakutan hingga kelaparan bahkan krim tersebut diformulasikan untuk menduplikasi dirinya sendiri. 

        Namun hal tersebut tak bertahan lama, semacam ada konspirasi pihak lain saat Cream berada di  atas awan. Pemberitaan terkait prodak tersebut berbalik dan menyerang pihak Dr. Bellifer untuk menghancurkan Cream di mata masyarakat. 
        
        Dari film Tilik dan Cream tersebut kita dapat melihat satu sisi yang sama dimana keduanya mengangkat isu sosial sebagai inti dari cerita. Terlepas dari konflik yang di hadirkan memang sangat jelas berbeda. Semoga kita dapat mengambil apapun pesan yang di sampaikan ke dua film tersebut.

Wednesday, September 16, 2020

Pesona One Day One Post

September 16, 2020 0 Comments

 

Idutinov.com 

                 Memasuki pekan kedua mengikuti tantangan di komunitas ODOP.  Ada kekaguman luar biasa terhadap komunitas penulis ini. Komunitas yang di dalamnya berisikan mereka dengan dedikasi luar biasa untuk organisasinya. Mereka yang berbagi sepenuh hati, menebar kebaikan tanpa pamrih dan melakukan tugas demi tugas komunitas dengan sepenuh hati.  

                Sebelum masa tantangan OPREC BACHT #8 untuk menjadi bagian dari komunita One Day One Post, saya ikut tantangan Ramadhan Writing Challenge dan berakhir dengan pengalaman dapat menulis satu bulan penuh setiap hari. Bagiku itu adalah sebuah pencapaian selama memutuskan mendalami dunia literasi, mengingat biasanya hanya menulis jika ingin. Selebihnya aktifitas menulis tidak dilakukan secara konsisten.

                Sejak awal mengenal ODOP dan masuk di dalamnya, entah kenapa rasanya menikmati sekali rutinitas menulis di bawah tekanan harus menyelesaikan tantangan  menulis satu tulisan setiap harinya. Padahal saya terbilang tidak memiliki banyak sisa waktu luang selepas bekerja dan menyelesaikan satu tulisan setiap hari adalah tantangan luar biasa dengan segala drama di dalamnya.

                Saya bisa saja memutuskan untuk mundur jika sedang dalam kondisi sulit mengelola waktu bekerja dengan menulis. Seperti saat ini, saya hanya punya waktu di malam hari untuk menyelesaikan setiap tantangan menulis. Dengan begitu alhasil semenjak ikut tantangan di OPREC ODOP ini saya harus selalu tidur lebih larut.

                Bisa saja kan  mundur detik ini juga, selain tidak mudah mengelola waktu, saya mengalami apa yang di sebut writing block dan sering merasa tak tenang sebelum bisa menyelesaikan satu tulisan. Seperti sebuah tulisan teman di squadron blog beberapa waktu lalu berjudul “Dikejar ODOP”, benar jika saya selalu merasa dikejar deathline. Dan ini masih akan terus berlangsung hingga 2 bulan kedepan.

                Dengan segala drama yang ada, enggan rasanya jika harus mundur. Mengakhiri perjuangan untuk sampai pada titik akhir tantangan ini.  sepertinya akan sangat menyesal jika satu ketika harus dihadapkan pada kondisi terdepak dari event yang sudah cukup lama saya tunggu.

                Entah apa yang membuat ODOP begitu memesona?. Sampai saya benar-benar bertekad untuk menyelesaikan tantangannya, semoga Allah senantiasa memudahkan dan memberi kesehatan untuk tetap menulis. Dan terimakasih yang teramat karena komunitas ODOP  hadir di tengah kegalauan saya tentang perasaan akan di bawa kemana hoby menulis ini. terimakasih juga pada para PIJE yang selalu membimbing kami dengan sepenuh hati. Semoga Allah membalas segala kebaikan dengan balasan yang sebaik-baiknya.

Tuesday, September 15, 2020

Bukan Keluarga Cemara Part II

September 15, 2020 0 Comments

                Bismillah….. 

Hallo man teman, sudah baca part I dari tulisan ini kan? Kalau belum langsung aja cussss baca dulu.

Ngomong ngomong soal keluarga, apa sih arti keluarga buat kalian dan sedalam apa kalian memaknai pentingnya kehadiran keluarga?.  Plus upaya apa yang dilakukan untuk menjaga keharmonisan keluarga?. Yuk bagikan cerita kalian di kolom  komentar.

Aku udah jelasin di part 1 ya, kalau keluargaku sudah kehilangan pilot dan co-pilotnya. Artinya di keluarga kita udah nggak ada orang tua, kita benar-benar kehilangan keduanya kurang lebih empat tahun terakhir. Tapi hidup berkeluarga tetap harus berjalan, karena bagaimana pun kita punya keterikatan  dari hubungan darah yang di bentuk kedua orang tua. Jadi nggak ada alasan untuk saling menjauhkan diri ketika kedua orang tua sudah tiada.

Kenapa aku bilang begitu, faktanya di luar sana banyak keluarga yang saling terpecah ketika orang tua udah nggak ada. Saling bertentangan bahkan lupa atas hubungan darah yang mereka miliki. Sebelum meninggal mama sudah lebih dulu melihat fenomena itu terjadi di lingkungannya sendiri. dengan begitu salah satu dari sekian banyak pesan cinta mama untuk kami adalah  tentang bagaimana saling menjaga antara kami 5 bersaudara.

Kalau ditanya seberapa penting peran keluarga untuk perjalananku sampai detik ini, rasanya nggak bisa dibandingkan dengan apapun karena mereka teramat penting. Dari semua sisi faktanya keluarga teramat sangat berperan. Proses untuk menyadari itu nggak singkat, ada banyak hal yang terjadi, bahkan dalam perjalanan aku  melakukan beberapa kesalahan. Tapi nggak masalah karena itu proses belajar. Belajar untuk akhirnya sampai pada titik dimana aku merasa begitu menyayangi mereka.

Jika merasa keluarga benar-benar sangat penting, itu artinya aku memaknai kehadiran mereka dengan cukup dalam. Bagiku keluarga adalah tempat kembali”, yang jelas seberapa buruk kita, seberapa besar kesalahan yag kita perbuat keluarga akan selalu menerima dan itu yang keluargaku lakukan sejauh aku merasakan  hingga saat ini.

Nah…. yang paling menyenangkan adalah bicara soal bagaimana menjaga keharmonisan keluarga, terlebih ketika orang tua sudah nggak ada?. Jujur dari keluargaku aku belajar sangat jauh tentang ini. mengamati apa yang mereka lakukan terhadapku serta antara mereka satu dengan yang lainnya.

Saat melihat bagaimana ke empat saudaraku saling menghargai, saling menghormati dan saling menjaga perasaan satu sama lain. Aku mengerti bahwa hal tersebut adalah upaya mereka untuk tetap menjaga harmoni di dalam keluarga. Kami hanya manusia biasa tatkala di luar sana banyak orang mengatakan bahhwa We are the best family. Ada perbedaan faham,pendapat bahkan saling berargumen. Faktanya itu yang terjadi layaknya  keluarga-keluarga lain dimana pun.

Tapi kembali bagaimana kami mampu saling melakukan yang terbaik, saling menjadi pengingat dan saling berusaha menjaga harmonisasi yang indah dalam keluarga, rasanya benar-benar indah.

                Kami bukan keluarga cemara dengan formasi yang lengkap, walau terasa pincang tanpa Mama dan Abah namun layaknya serial televise “Keluarga Cemara” kami pun punya cinta yang luar biasa.

 

 

Monday, September 14, 2020

Bukan Keluarga Cemara

September 14, 2020 0 Comments

 


                Harta yang  paling berharga adalah keluarga”

                “Istana yang paling indah adalah keluarga”

                Nggak asing kan dengan kutipan lirik lagu di atas?. Lagu yang legendaris karena menyimpan kenangan masa kecil kita, para generasi  90an. Soundtrack serial televisi bertajuk “Keluarga Cemara” ini pun hingga kini masih didengarkan dan di cover oleh beberapa influencer di kanal youtube.

                Bait demi baitnya adalah pesan tentang betapa berharga kehadiran keluarga.  Pun dengan kisah yang disajikan dalam serialnya adalah kisah yang related dengan kehidupan sehari-hari masyarakat pada umumnya. Sehingga wajar saja jika kala itu serial Keluarga Cemara menjadi salah satu serial televisi yang paling digemari.

                Saat menjadi penikmat serial televisi legendaris itu,  saya nggak pernah berusaha memahami maksud dari apa yang dikisahkan di dalamnya. Tapi kini, saat pribadi semakin terdewasakan oleh banyak peristiwa yang sampai dalam hidup, saya semakin sadar betapa keluarga terawatt sangat berharga.

                Dulu,saya dan kakak nomor 3 selalu dihadapkan pada sebuah pertengkaran khas anak-anak. Karena itu kami pernah ada pada satu kondisi layaknya musuh yang saling penuh kebencian. Rasanya berfikir bahwa dia adalah bagian dari apa yang di sebut keluarga pun tidak. setiap adalah kepusingan bagi mama menghadapi pertengkaran kami berdua.

                2006 keluarga kami kehilangan pilot pesawatnya, jika sang pilot memiliki  co- pilot sepuluh tahun berselang kami benar-benar kehilangan keduanya. Dunia seakan runtuh kala itu, kita terjatuh dan terhempas jauh. Tidak lagi hidup ini dibersamai orang tua yang sejatinya selalu memberi doa terbaik untuk keberlangsungan hidup kami. semua menjadi  gelap, aku sendiri takut harus hidup tanpa mereka dan doa yang senantiasa mereka panjatkan.

                Namun hidup harus tetap berjalan, tidak ada pilihan selain melanjutkan. Satu pesan mama yang selalu diingat adalah “Kalau Mama meninggal, kalian harus akur”, dan saya yakin itu adalah salah satu doa yang sering Mama panjatkan semasa hidup hingga sampai detik ini Allah senantiasa menjaga kami tetap saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

                Tidak mudah untuk sampai pada titik ini, tapi  Qadarullah kami mampu melewatinya dengan baik. dalam segala bentuk perbedaan, kami terus berjalan, tidak sedikitpun berfikir untuk saling menyakiti. Sejatinya Allah maha baik, senantiasa menjaga raga juga seluruh jiwa kami di tengah ketiaadaan Mama dan Abah yang kini tinggal kenangan. Terimakasih wahai Allah, karenamu juga keridhoanmu aku merasa paling beruntung memiliki dan tumbuh di tengah-tengan mereka.  

                Kami bukan Keluarga Cemara, tapi layaknya mereka. Bagi kami keluarga adalah segalanya.

 

Saturday, September 12, 2020

Seberapa Penting Melihat Ke Bawah?

September 12, 2020 36 Comments
Pinterst.id 

                “Kok hidupku gini-gini aja ya?”,

                “Kok hidupku nggak  assik ya, padahal kalau liat orang di sosial media, mereka seru banget hidupnya, banyak temen, sering nongkrong, ngafe, jalan-jalan. Lahhhh ……. Aku masih gini-gini aja”.

                “Ih… dia bajunya keren-keren ya, di feed instagram fotonya juga bagus-bagus”.

                Seru memang, kalau kita sudah berselancar di dunia maya. Bersosial dengan cara yang berbeda. Menyaksikan kehidupan banyak orang yang  entah sesungguhnya benar atau tidak. Berkesempatan melihat lebih luas hal-hal yang tidak semua dapat dilihat di dunia nyata. Yang baik hingga sebaliknya ada disana, dan indikasi untuk melihat keduanya kapan pun sangat mungkin terjadi.

Apakah lewat sosial media kita juga terindikasi menjadi pribadi yang senang melihat ke atas?. Dalam konteks ini adalah hal-hal layaknya strata sosial, materi dan life style. Tentu sangat mungkin bukan?, bahkan hingga peluang untuk mengikuti dan meniru pun sangat mungkin terjadi. Ingin terlihat keren, ingin dipuji, ingin menarik followers, dan yang miris adalah tindakan melakukan segala macam cara untuk sampai pada apa yang menjadi tujuannya hingga memaksakan diri.

Ini menjadikan seseorang terlalu fokus pada apa yang diinginkanya, lupa bersyukur, lupa menyadari bahwa di luar sana banyak keprihatinan melebihi kesulitan yang mungkin tengah kita hadapi saat ini. Pernahkah teman-teman ada pada posisi itu?, jika pernah atau bahkan masih mari bersama-sama menyadari satu hal penting yang akan selalu menjadi alarm tatkala kita lupa apa yang sebenarnya ada di bawah kita. Ya…. “Mari seringlah melihat ke bawah!”

Sore ini saya menyaksikan satu contoh kecil terkait seberapa penting meliha ke bawah?. Seperti biasa ketika mampir ke pom bensin bersama suami, tentu saya harus melipir dulu dan menunggu sampai suami selesai isi bensin. Di sela-sela menunggu sebuah pemandangan tak asing berada tepat di depan mata, seorang gadis pemulung duduk di bahu jalan.

Berjalan dengan buntalan karung beras di pundaknya. Mereka tampak lusuh dan tak terawat, pakaian kumal yang hanya memiliki satu fungsi sebagai pelindung tubuh tanpa berfikir yang mereka kenakan stylish ataukah tidak. Sebetulnya tidak asing bagi saya melihat pemandangan itu. Namun kali ini berusaha memaknai lebih dalam dari sebuah proses hidup setiap manusia yang tidak sama. 
    
            Tentu tidaklah mudah, bertahan hidup di masa-masa bermain yang semestinya di lalui anak seusia mereka. sementara yang sedang mereka lakukan justru sebaliknya. tidak lagi berfikir kapan waktu bermain, dimana dan bermain apa. bagi mereka yang paling penting adalah menemukan apa yang dicari untuk tetap menjalani apa yang disebut sebagai kehidupan. 

                Sementara saya terkadang sibuk membandingkan diri dengan mereka para pengguna sosial media. Melihat banyak yang saya inginkan ada di sana, kehidupan yang seperrtinya akan membuat bahagia jika saya bisa selayaknya mereka. Banyak hal yang saya lupakan, termasuk di dalamnya adalah tentang menyadari sudahkah mensyukuri apa yang telah Allah beri. Kehidupan yang layak, tempat tinggal yang aman dan nyaman, makanan enak, ketenangan hidup serta kenikmatan beribadah, juga banyak hal yang ternyata nyaris tak pernah terlihat sebagai karunia yang Allah telah berikan. 

Itulah teman-teman, betapa pentingnya bagi kita untuk lebih sering melihat ke bawah. Melihat mereka dengan kehidupan tak seberntung kita. Semoga Allah senantiasa menjaga agar kita tetap mampu menyadari dan mensyukuri apa yang telah Allah karuniakan. 

Friday, September 11, 2020

Komunitas ODOP Isinya Daging Semua

September 11, 2020 0 Comments

Arsip ODOP


                Man teman, mari kembali membahas tentang ODOP. Buat saya istimewa sekali bisa bergabung dengan komunitas yang benar-benar memberi perubahan positif bagi saya. Menulis sejak kelas tiga sekolah menengah membuat saya mulai menyukai aktifitas tersebut sebagai sarana mengungkapkan perasaan.  Menulis diari adalah aktifitas yang paling sering di lakukan kala itu.

                Menyenangkan memang, apalagi jika satu tulisan sudah utuh dan di katakan selesai, kadang ngerasa terharu aja ketika baca ulang. “Lah, ternyata aku bisa nulis loh”, “Kok enak ya baca tulisan sendiri”, dan siratan-siratan lain yang muncul sebagai bentuk apresiasi atas produktifitas diri. Berulang kali dihadapkan pada momentum semacam itu membuat saya mulai beraniuntuk menulis tidak hanya di diari.

                Selama proses meningkatkan kemampuan menulis saya hanya mempublish tulisan-tulisan di sosial media. Nggak pernah masuk komunitas menulis, nggak pernah ada yang secara spesifik membedah  dan saya mulai terbiasa dengan banyak kesalahan penulisan. Bahkan kadang nggak peduli  yang saya tulis secara PUEBI udah bener apa belum.

                Saat ini bergabung bersama teman-teman dengan minat yang sama terhadap dunia literasi. Di komunitas One Day One Post banyak hal baru, pengalaman baru juga kesadaran bahwa banyak hal yang saya belum tau. Termasuk malam ini ketika di grup besar ODOP ada sesi bedah tulisan. Menemukan fakta bahwa ketika nulis saya jarang banget mikirin kaidah-kaidah penulisan, nggak tau deh kalau di bedah gimana nasib tulisan-tulisan di blog saya.

                Tapi, udah siap banget kalau seandainya giliran tulisan saya yang di bedah. Malah jadi penasaran sama gaya dan kesalahan-kesalahan penulisan yang saya lakukan. Rasanya nggak sabar untuk tau semua kesalahan itu sampai kemudian akan berusaha untuk memperbaikinya. Semoga secepatnya tulisan saya bisa dibedah, diberi kritik juga saran oleh teman-teman di komunitas One Day One Post.

                Intinya bersyukur sekali bergabung dalam komunitas ini. Selain melatih konsistensi menulis, kita juga belajar banyak hal baru yang isinya daging semua, hihi. Banyak doa dan harapan baik atas bergabungnya saya dengan komunitas ODOP. Semoga ini menjadi awal yang baik dalam meningkatkan kemampuan menulis dan berbagi kebaikan lewat tulisan. Aamiin…..