Monday, November 27, 2017

Karena Seorang Ibu, Dari Ibu, Menjadi Ibu dan Untuk Ibu

November 27, 2017 0 Comments
                Seistimewa apa seorang perempuan?. Bagiku karena perempuanadalah seorang ibu. Yang dalam riwayat disebutkan kedudukannya menjadi terdepan tiga kali dari seorang laki-laki. Kita sendiri tahu, bahwa seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah SAW perihal ini. Dia berkata “Ya Rasulullah siapa didunia ini yang paling harus aku patuhi? Rasul menjawab “Ibumu”, kemudian sahabat kembali bertanya “Kemudian siapa ya Rasulullah?”, Rasul kembali menjawab “Ibumu”. Tak puas sampai disitu sahabat kembali menanyakan hal serupa dan Rasulpun menjawab “Ibumu kemudian ayahmu”. Dari peristiwa dfi atas kita faham bukan seistimewa apa seorang ibu dalam perspektif islam dan dia terlahir dari seorang perempuan , sebagai perempuan tapi tak selamanya melahirkan perempuan.
                Hari ini aku semakin yakin bahwa seorang perempuan sebagai ibu menjadi sangat istimewa. Seperti sebuah kekuatan yang dengan sendirinya membawa naluri setiap insan untuk memanggilnya. Keyakina yang bukan aku lihat secara langsung dari ibuku. Dia tiada satu tahu silam dan kini aku merindunya, semakin merindukannya. Aku melihat itu dari seorang ibu yang melahirkan ibuku, ya… nenekku. Dia jatuh sakit setelah sekian lama rona bahagia yang senantiasa terpancar dari sepasang mata sayunya seakan menghilang perlahan setelah kepergian mama putri yang dicintainya. Hari ini dia ter baring setelah sepuluh hari lalu terjatuh dari tempat tidurnya.
                Dari apa yang aku lihat, aku semakin bersyukur dan berterima kasih karena Allah tidak membiarkan mama mengalami penderitaan sakit yang cukup lama sebelum akhirnya menghela nafas terakhir di penghujung tahun 2016. Sementara aku tak tahan melihat nenek melawan sakit teramat pada raganya yang semakin rapuh dan menua.
                Nenek seketika mengingatkanku pada kondisi dimana aku terbaring dalam sakitku beberapa minggu lalu. Disadari atau tidak, ada atau tiada yang aku ingat ketika sakit itu selain Allah adalah mamah. Nama pertama yang aku panggil juga mama. Sekalipun aku tahu dan sadar bahwa beliau tak akan melakukan apapun lagi saat itu, dia mungkin melihat tapi melakukan sesuatu untuk membuatku kembali bersemangat ketika terbaring adalah sebuah ketidak mungkinya yang sangat jelas dan nyata. Dan itulah keistimewaan seorang ibu bagiku. Disadar atau tidak, ada atau tiada raganya. Naluri membawaku pada ingatan tentangnya.
                Serupa aku, nenek pun melakukan hal yang sama ketika sakit semakin mendera tubuh yang tampak pucat pasi itu. Dia menyeru ibunya, memohon ampun kepada Allah dan mungkin harapan terbesarnya saat ini adalah ia ingin kembali menjadi ia buluhan tahun silam. Yang ketika sakit diperlakukan sangat baik oleh ibunya. Yang ketika sakit memperoleh carge energi yang membuatnya kembali bersemangat melanjutkan hidup, yang ketika sakit mendengar kalimat-kalimat yang mennguatkan raganya, yang ketika sakit dipenuhi segala keinginan dan kebutuhan fisik serta mentalnya.

Setua apapun ia saat ini, tak peduli  berapa perempuan dan laki-laki yang terlahir dari rahimnya, sebanyak apa pengalaman hidup yang ia dapat dan akhirnya mendewasakan. Dia tetap seorang anak yang terlahir dari rahim ibunya. Ia seorang ibu yang juga terlahir dari seorang ibu. Ddai tetap seorang anak yang menjadi ibu hebat karena seorang ibu. Karena seorang ibu, dari ibu, dan menjadi ibu, begitu seterusnya. Sungguh kuasa Allah membuat perempuan sebagai ibu menjadi topik yang menakjubkan.