Wednesday, April 29, 2020

Sestoples Jelly

April 29, 2020 2 Comments


                Cita-citaku ketika menginjak usia 4 tahun adalah menjadi seorang pramuniaga. Menjadi kasir sebuah supermarket besar yang setiap hari bergelut dengan CPU,  LCD,  printer kasir, cash drawer, dan yang paling aku suka adalah barcode scanner.

                Saat itu tahun 1997, melihat aktifitas semacam itu di gedung pertokoan yang berbeda dari biasanya membuat ku terkagum dengan bagaimana cara pembelian yang juga tidak biasa. Sebuah alat yang ternyata bernama barcode scanner itu selalu menjadi memori yang membangun      motivasi untuk bisa menggunakannya dikemudian hari.

                Ibuku memiliki toko kelontong yang paling lengkap kala itu, tidak hanya berbagai kebutuhan pokok yang di tawarkan, ibu juga menjual aneka sayuran dan buah-buahan. Kondisi tersebut memberi peluang bagi  anak-anaknya untuk nengeksplorasi segala yang ada di dalam toko kami.
                Aku paling senang mengsimulasikan bagaimana seorang kasir bekerja dengan alat bernama barcode scanner itu, dan kakaku adalah pembelinya.

                Terselip cerita menarik dibalik kesenangan bermain peran sebagai  seorang kasir dan pembeli. Walaupun aku berperan sebagai orang dewasa yang mencintai pekerjaannya sebagai kasir sebuah supermarket, aku tetaplah  seorang anak berusia 4 tahun yang selalu hadir dengan jiwa kekanak-kanakannya. Egosentris, manja dan pecinta jajanan khas anak-anak, luar biasanya ibuku menjual banyak jajanan itu.

                Di sela bermain peran, satu demi satu ku ambil jajanan favoritku yaitu jelly aneka rasa. Ibu menyimpannya dalam sebuah stoples plastik transparan yang membuatku selalu tergoda dengan kesegaran yang ditawarkan melalui warna warni jelly yang menawan.
                Satu demi satu, hingga stoples berada dalam dekapan, kemasan jelly yang sudah berserakan dan sisa jelly dalam stoples yang jumlahnya kini dapat terhitung jari. Menurut ibu, aku menghabiskan semua jelly kurang dari 30 menit hingga benar-benar tak ada yang tersisa di dalam stoples. Dan momentum itu selalu menjadi cerita menarik hingga aku beranjak dewasa. Tidak hanya aku dan ibu, kakak-kakaku juga menyebutku “Si Tukang Ngabisin Sestoples Jellly”. Bahkan hingga hari ini, jika melihat stoples plastik transparan apalagi di dalamnya terdapat jelly, ingatanku selalu tertuju pada kisah masa lalu itu. 

                Aku tidak berfikir apakah ibu akan rugi jika aku menghabiskan semuanya?. Aku tidak mengerti bahwa dalam berniaga  ada prinsip untung dan rugi yang menjadi fokus utama dalam menjalaninya. Tapi terlepas dari itu semua aku yakin ibu tidak pernah merasa dirugikan dengan apa yang aku lakukan kala itu.

                Belakangan aku benar-benar tau bahwa selama bertahun-tahun ibuku menjalani bisnisnya, ia hanya berfokus pada bagaimana agar ia dan keluarga tidak  kesulitan, setidaknya dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Entah apakah terfikir bahwa ia untung ataukah rugi.

Seandainya Jadi Dia Apa Aku Bisa?

April 29, 2020 0 Comments

Langkahnya pasti mengelilingi setiap sudut bangunan dua lantai itu. Senyum merekah ia tunjukkan pada orang yang ditemuinya. Menyapa lalu melanjutkan pekerjaan yang sedikitpun tak tampak membebaninya. ⁣
Sepertinya dia selalu berada di sana, menetap dan menjaga segala yang tempat itu butuhkan. Memastikan segalanya telah benar-benar rapi, bersih dan nyaman. ⁣
Tempatku bekerja tidak jauh dari tempat itu. Hampir setiap hari aku menyaksikan betapa semangat yang ia hadirkan tidak pernah surut. Mengabdikan diri untuk menjaga tempat mulia rumah sang pencipta. ⁣
Aku tersentuh dengan bagaimana caranya menikmati apa yang tengah ia kerjakan. ⁣
Tanpa keluhan, menebar senyuman disela kesibukannya merawat Rumah Allah. ⁣
Rumah yang akhirnya memberi kerinduan karena kenyamanan yang dihadirkan. Indah, wangi, bersih dan tertata rapi. ⁣ahh, mulia sekali membuat kami selalu merasa nyaman berada disini. 
Pak Marbut mesjid itu benar-benar melakukan pekerjaannya dengan hati. ⁣
Malu rasanya pada diri yang masih selalu mengeluhkan hidup ini. Mengeluhkan pekerjaan yang kadang terasa melelahkan. Seandainya menjadi dia apa mungkin aku bisa?.

 #rwcodop2020 #onedayonepost #odopday6 #ramadhan2020

Jangan Tiru Trik Bangunin Sahur Ini !

April 29, 2020 0 Comments


Memasuki hari ke lima ramadhan, selain euforia berbuka dan ngabuburit keseruan juga dihadirkan ketika sahur tiba. Mulai dari yang parnoan takut kesiangan sampe yang susah dibangunin sahur banyak menghadirkan kisah-kisah menarik.⁣

Bangunin sahur itu memang perlu trik dan kerja agak keras. Mengingat jam sahur adalah saat dimana orang sedang enak-enaknya tidur sambil selimutan. ⁣
Terkadang bangunin orang sahur hanya dengan memanggil dan meminta bangun agak sulit membuahkan hasil. ⁣

Dulu, jauh sebelum menikah saya sempat tinggal bersama kakak dan keponakan-keponakan. Bangunin ponakan saat sahur jadi tugas yang memang kadang bikin banyak ngelus dada saking susahnya mereka bangun. Sampe akhirnya nemu trik bangunin sahur yang nggak perlu waktu lama auto bikin mereka langsung sadar :)⁣

Entah terlalu ekstrim atau nggak trik ini. Saya malas berteriak untuk membangunkan mereka, akhirnya saya lakukan dengan cara ini. Menutup lubang hidung dan mulut sampai agak kesulitan bernafas. ⁣
Cara ini membuat mereka auto angkat badan dan langsung tersadar dari tidurnya. Nggak ada lagi alasan untuk nggak bangun. Dan nggak ada teriakan saya yang terus berusaha membangunkan mereka. ⁣

Semoga ini trik yang nggak masuk kategori kriminal ya, hehe.... ⁣
Sejauh ini Alhamdulillah efektif dan aman terkendali.


#rwcodop2020 #onedayonepost #odopday5 #ramadhan2020

Maklor Pelangi ⁣ ⁣

April 29, 2020 0 Comments

Ramadhan oh ramadhan, banyak kenikmatan yang nggak didapat di luar bulan penuh kemuliaan ini. Semua momentum yang di lewati setiap hari rasanya istimewa dan selalu dinanti. ⁣
Termasuk ketika tiba waktu berbuka. ⁣
Apasih menu berbuka yang yang paling kamu suka dan harus ada?. ⁣


Kalau aku selalu merasa ada yang kurang seandainya takjil tidak disertai gorengan, "maafkan ya Allah". ⁣

 Ngomongin soal gorengan ada satu makanan yang nggak pernah bikin saya bosen, si dia adalah martabak telor atau nama kerennya maklor. ⁣
Selain enak, bikin nya nggak susah, bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat maklor juga familiar banget. ⁣

Cekidot...... Buat tau gimana dan  apa saja bahan yang diperlukan untuk membuat "Maklor Pelangi".⁣

Eitsssss....... Kok Maklor Pelangi???? ⁣
Haha, itu sih saya yang sedikit improvisasi namanya mengingat betapa sukanya mak-mak ini sama maklor yang isinya warna warni dengan sayuran macam kentang, wortel, buncis, daun bawang dan cabe merah. ⁣

Bahan-bahan yang di perlukan⁣
-  2 buah wortel ukuran sedang ⁣
-  2 buah kentang ukuran sedang ⁣
-  5 buah buncis ⁣
-  3 siung daun bawang ⁣
-  2 buah cabe merah ⁣
-  2 butir telur⁣
-  2 siung bawang merah ⁣
-  2 siung bawang putih⁣
-  kulit lumpia⁣
-  minyak goreng ⁣
-  penyedap rasa, garam dan merica secukupnya⁣


Langkah pertama yang di lakukan untuk mengolahnya adalah dengan memotong semua bahan menjadi bentuk dadu kecil, cabe dan daun bawang menyesuaikan. ⁣

Tumis semua sayuran dengan bumbu-bumbunya sesuai selera. Matikan kompor dan masukan 2 butir telur kemudian aduk merata. ⁣

Berikutnya isi kulit lumpia dengan sayuran yang telah di tumis, lalu lipat bentuk memanjang atau persegi sesuai selera. Terakhir tinggal goreng dengan api sedang dalam minyak yang telah di panaskan.

Gampang kan??, Selamat mencoba ya.....

#rwcodop2020
#onedayonepost #odopday4 #ramadhan2020 ⁣

Nabuburit Ala Emak-emak

April 29, 2020 0 Comments

"Ngalantung ngadagoan burit" merupakan kepanjangan dari istilah dalam Bahasa Sunda yang sangat populer ketika ramadhan tiba. Yaps...... Ngabuburit, pasti tau donk istilah ini???. .
.

Ngabuburit seakan telah menjadi budaya masyarakat Indonesia saat ramadhan tiba.  Aktifitas yang di lakukan ketika menunggu waktu berbuka ini tidak melulu aktifitas yang berbau agamis. Mulai dari berburu kudapan berbuka, menonton acara televisi, membaca buku,  berkumpul dengan teman atau sekedar bermain di halaman rumah bagi anak-anak. Terkait ngabuburit setiap orang memiliki cara berbeda untuk memaknai itu dengan berbagai aktifitas.

Lah..... Saya sendiri ngapain kalo ngabuburit???.

Dari dulu saya bukan bagian dari yang membudayakan aktifitas ngabuburit. Kalau saja sempat saya ke luar dengan teman-teman, sesekali saya pergi berburu takjil, selebihnya saya melakukan aktifitas yang sudah biasa di lakukan di luar bulan ramadhan.

Nah sekarang, setelah berstatus sebagai ibu rumah tangga, ngabuburit saya layaknya ibu rumah tangga yang lain. Di sebuah ruang dengan perkakas khasnya. Melalukan dengan hati, mempersiapkan makanan untuk berbuka puasa.
Itu juga ngabuburit kan?, mengingat memasak memerlukan waktu yang tidak sebentar. Dan itulah pengalaman ngabuburit saya memasuki hari ke dua ramadhan, sepertinya akan begitu hingga satu bulan ke depan. Bolehlah sesekali berbuka puasa di luar rumah, tapi rasanya tidak untuk ramadhan di tengah pandemi seperti tahun ini. Jadi nikmatilah ngabuburit dengan tagar #dirumahaja.

Ramadhan Tempo Doeloe "Aku Rindu" .

April 29, 2020 0 Comments


Banyak orang bilang, jangan lagi lihat masa lalumu, nanti kamu sulit melihat masa depan yang menawarkan banyak kesempatan baik. Mungkin iya begitu, tapi dalam konteks lain ada masa lalu yang darinya kita belajar banyak hal baik pula.

Masa lalu dengan ragam kisah sederhana yang kini selalu mengundang rindu. Rindu pada banyak hal, termasuk peristiwa dan sosok-sosok di dalamnya.

Layaknya kini, saat ramadhan yang melukis kembali kerinduan pada ramadhan di masa lalu. Ketika jiwa ini belum memunculkan sisinya yang mendewasa, ketika ego masih menjadi yang terdepan, dan ketika masalah terbesar diri, hanya terletak pada bagaimana memecahkan soal matematika kelas 4 SD.

Ramadhan yang memberi kesan mendalam. Ketika waktu berbuka diisi aktifitas ngabuburit ala pedesaan dengan keliling kampung naik delman. Ketika waktu tarawih menjadi momentum paling dinanti untuk berbondong-bondong mencari shaf  paling belakang, agar dapat menyimpan kwaci di bawah sejadah, dinikmati di sela-sela bertarawih (ah... keterlaluan sekali, tapi masa kecil seperti itu yang sulit hilang dari ingatan).

Dan yang paling dirindukan adalah ketika tak lagi ku dengar orang-orang berkeliling kampung untuk membangunkan sahur sebagaimana dulu itu menjadi kekhasan ramadhan kami.

Aku benar-benar merindukan saat-saat itu. Terlebih ketika kini harus berlapang dada melakukan ibadah tarawih sendiri di rumah karena soscial distancing setelah  wabah yang menyerang negara api "Eh... Dunia maksudnya".
Yang jelas, sulit dijelaskan sebesar apa kerinduan yang kini terasa. Ingin kembali tapi bukan hal mudah dan nyaris tidak mungkin. Sayangnya aku tak punya mesin waktu untuk kembali ke sana dan menikmati ramadhan kala itu.

Pada masa lalu, hanya ingin ku  sampaikan "Aku Rindu"

#rwcodop2020 #onedayonepost #RWCDAY2 #Ramadhan2020

Karena Iklan Khas Ramadhan

April 29, 2020 0 Comments
Mendaki gunung lewati lembah, tanpa tersesat karena terlalu menikmati perjalanan. Sampai ku di padang rumput yang entah dimana ini, tak pernah ku lihat sebelumnya. Indah dan sejuk saat ku hela nafas. .

Tiba-tiba perhatianku tertuju pada sebuah sungai di tengah hamparan Padang rumput ini, indah sekali. Sungai dengan aliran air yang tak seperti biasanya. Warnanya merah, tapi tidak membuatku takut. Ya..... Itu bukan darah, aromanya terlalu wangi untuk sebuah darah. .

Seperti aroma buah stroberi yang segar. Warna merah yang tampak pun bening dan membuatku menelan ludah membayangkan kesegarannya, jika ku minum mungkin akan  terasa manis. Inikah surga yang menawarkan segala yang tidak ada di bumi?. .

Ku hampiri sungai itu dan akan ku coba nikmati kesegaran yang telah memenuhi seisi kepalaku. Semakin dekat semakin bersemangat. Sampai ku di tepian sungai dan hendak ku sentuh aliran air nya. Tapi ku dengar suara yang entah dari mana. "Bangun Wi,  apa puasa mu di gunakan untuk memperbanyak kwantitas tidur?".

Seketika terdengar keras  suara pintu yang tertutup. Kakakaku sengaja membangunkan tidur yang indah di tengah dahaga ini, sebelum sempat ku nikmati aliran sungai seperti yang ku lihat di mimpi. ..

Ah...... Aku menyesal menonton tv dan melihat iklan minuman itu sebelum tertidur. Masih beberapa jam menuju berbuka dan bersabarlah wahai diri.

#rwcodop2020 #onedayonepost
#rwcday1 #ramadhan2020

Tuesday, April 21, 2020

Emansipasi Versi Kartini dan Kini

April 21, 2020 0 Comments
   
       
R.A Kartini, pada masanya adalah perempuan dengan ketajaman fikiran yang mampu membuat perempuan Indonesia berlindung di bawah kata "Emansipasi Wanita". Dimana Emansipas bermakna kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam segala pemenuhan hak sebagai warga negara. 

        kesetaraan menjadi penting. Mengingat kala itu, perempuan benar-benar memiliki derajat jauh di bawah laki-laki. Tidak memiliki hak menentukan pilihan bahkan dalam memilih  pasangan hidupnya sendiri. Perempuan pada masa itu  juga tidak diperkenankan menempuh pendidikan yang tinggi. 

        R.A Kartini merasa perlu menyuarakan pikirannya dengan melakukan hal-hal yang memungkinkan untuk merubah kedaan kala itu. Salah satu upayanya adalah mendirikan sekolah perempuan pertama dengan kesadaran bahwa pendidikan dalam hal ini adalah sebuah langkah awal.

          kerja kerasnya berbuah manis bahkan hingga ia hanya hadir sebagai sebuah nama besar yang disandangnya "Pahlawan emansipasi". 

         benar-benar perwujudan dari sebuah perjuangan yang di lakukan Kartini?. Benarkah yang ia lihat hari ini adalah apa yang ia inginkan atas perjuangannya?.

        Emansipasi semakin menunjukkan pergeseran makna. Bahkan untuk fenomena yang banyak terjadi belakangan pada kaum perempuan. Sesuatu yang tidak harus mati-matian dilakukan perempuan, tidak pantas dan mencederai harga diri seorang perempuan seakan dilindungi oleh "emansipasi wanita". 

Apa sebenarnya makna emansipasi?. Benarkah itu adalah sebuah istilah untuk melindungi sebuah ketidak pantasan?.

Jelas tidak, Emansipasi adala kesetaraan hak, bukan upaya mengeluarkan perempuan dari qadrat yang sesungguhnya. 

Emansipasi versi Kartini harus tetap sama dengan apa yang kini terjadi. Jangan membiarkan emansipasi hanya sebagai alibi untuk melindungi diri. 

Monday, April 20, 2020

Saat Atret Bukan Tentang Apa

April 20, 2020 13 Comments
Picture from: infomenarikaza.blogspot.com


            Jujur baru satu minggu belakangan saya tahu istilah atret itu apa. Berasal dari bahasa Belanda dan sering digunakan dalam teknik mengemudi yang artinya “mundur”. Saya sih kurang familiar dengan kata itu, bahkan nyaris tidak pernah mendengar sebelumnya.

          Belakangan saya berada pada momentum mendengar kata “Atret” tersebut, namun bukan dalam konteks “Apa itu atret?” melainkan “Siapa sebenarnya Atret, atau yang lebih akrab di sapa Si Atret?”. Lagi-lagi sebelumnya saya nggak pernah dengar siapa sosok itu.

                Menurut cerita, Si Atret adalah seorang kakek dengan masalah kejiwaan. Konon sebetulnya dia terlahir sebagai anak orang kaya, dan semula ia tidak bermasalah dengan jiwanya. Suatu ketika dia meminta dibelikan sebuah mobil oleh orang tuanya. Namun, mereka tidak pernah mewujudkan keinginan sang anak hingga ia memiliki masalah kejiwaan karena hal tersebut.

               Entah apa yang kemudian terjadi hingga Kakek yang akrab disapa Si Atret tersebut berakhir dengan menjalani lebih dari separuh hidupnya di jalanan. Setiap hari berjalan membawa dua buntalan besar disisi kanan dan kirinya, berkeliling kota dimana saat ini saya tinggal, sebuah kota yang pada akhirnya melegendakan sang kakek sebagai salah satu icon Kota kami, Sukabumi.

             Belum lama ini, suami saya memperlihatkan potret Si kakek jalanan, baginya si kakek membawa  kenangan  masa kecil yang berkesan tatkala ia mendengar kata “Atret”. Kakek Atret bukanlah Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) yang membahayakan atau  menyerang orang disekitarnya. Justru    ia selalu terlihat menyenangkan dan menghibur terutama bagi  anak-anak  kecil kala itu. Jelas bukan tanpa alasan.

            Pasalnya, kira-kira antara tahun 1999 hingga 2000an, bagi suami yang secara langsung mengalami itu. Kenangan menghampiri Si kakek Atret ketika bermain di Alun-alun Cisaat bersama teman-temannya, menjadi momentum yang sulit terlupakan hingga saat ini.

                Si Kakek yang tidak secara sengaja menghibur dengan gaya khas, menjadikan orang-orang mudah mengenalinya. Seperti bagaimana cara ia berjalan seolah-olah dirinya membawa sebuah mobil, memarkir mobilnya dan bergerak mundur jika seseorang menyimpan sebuah batu tepat dihadapannya. Yang dari semua kebiasaannya itu munculah julukan “Si Atret” yang berarti “mundur”.

                Kakek  yang diperkirakan telah 30 tahun menghabiskan waktunya dengan berjalan kaki berkeliling Kota Sukabumi ini, memiliki ciri khas lain. Ketika orang-orang di sekitarnya meminta ia melantunkan shalawat, maka yang akan ia   ucapkan  adalah “Pakuluman …….. pakuluman”, begitu katanya.  Dan banyak orang terkesan dengan itu.

                Hingga kakek Atret dikabarkan meninggal pada Januari 2015. Tak di sangka banyak dari warga Sukabumi juga mereka yang tengah berada di Luar Kota ikut berbela sungkawa atas kepergiaannya. Bahkan beberapa orang menyebutnya sebagai Legenda, dan yang membuat saya tersentuh adalah ungkapan bahwa “Lain urang Sukabumi mun teu apal Si Atret” ( Bukan orang Sukabumi kalau nggak kenal Si Atret).





                Yang teramat luar biasa lagi adalah ketika saya tahu bahwa sang legenda telah di abadikan sosoknya dalam sebuah pemetasan Drama Komedian Sunda bertajuk “Si Atret Jadi Potret” oleh Komunitas Teater Sukabumi. Membuktikan betapa berkesannya ia di hati banyak orang.


                Seorang Kakek dengan masalah kejiwaan ini adalah teman masa kecil bagi mereka yang kini telah tumbuh dewasa. Sulit dilupakan, karena sosoknya yang teramat berkesan. Dia bukan siapa-siapa, pejabat, aktor atau orang yang memberi pengaruh besar bagi Kota Sukabumi. Tapi bagi mereka yang tahu siapa “Si Atret”, mereka akan selalu ingat bahwa dia benar-benar sempat mewarnai sukabumi dengan kisah dan kekhasan yang selalu melekat pada dirinya, bahkan hingga ia telah tiada.

Wednesday, April 15, 2020

Asik Nulis Lupa Baca

April 15, 2020 2 Comments
Pinterest.com


                Bagi mereka yang suka bermain dengan kata-kata, merangkainya menjadi kalimat bermakna dan enak dibaca, menulis tentu menjadi sesuatu yang menyenangkan. Seperti hal nya saya, walaupun sangat perlu proses panjang untuk menyadari bahwa  menulis adalah aktivitas menyenangkan, tapi disadari atau tidak saya sudah semakin terbiasa dengan itu.
                Gampang nggak sih nulis???, nggak saya bilang gampang karena memang proses nulis nggak se instan makan mie. Tapi  juga nggak mau bilang kalau nulis itu susah, karena saya sedang mencoba mendisiplinkan setiap kata yang diucapkan hanya untuk sesuatu bermakna positif. Intinya bagi saya, nulis itu punya sisi yang membuat diri merasa istimewa memiliki kemampuan itu.
                Kenapa?, apa istimewanya?.
Istimewanya kita akan berusaha untuk tau banyak hal. Dengan menulis, kebutuhan meng upgrade diri  menjadi sesuatu  yang teramat penting. Membaca adalah  sebuah keharusan bahkan dalam hal ini menjadi kewajiban.  Tanpa membaca tentu akan semakin tidak mudah  untuk menulis, karena salah satu keuntungan lain yang di dapat dari membaca adalah menabung lebih banyak kosa kata, dan tentu saja  akan sangat membantu proses menulis yang dilakukan.
Saya pernah membuktikan terkait itu tanpa di sengaja. Satu ketika ambisi untuk menjadi penulis produktif meningkat, dalam benak saya adalah tentang bagaimana menghasilkan tulisan sebanyak-banyaknya. Prinsipnya nulis dulu aja, soal hasil belakangan.
Dan….. eng…. Ing….eng……. yang terjadi adalah, saya asik nulis lupa baca. Kenpa demikian?, karena belum menyadari bahwa menulis dan membaca adalah satu kesatuan, seperti pasangan tak terpisahkan. Seorang bisa saja menjadi pembaca tanpa menulis, tapi dia tidak akan pernah bisa menulis tanpa membaca. Bahkan ketika kamu tetap berusaha menulis tanpa membaca, pengalaman yang akan ditemukan adalah “Writers’ Block”, satu kondisi dimana seorang penulis kesulitan menuangkan ide  dangagasan  ke dalam tulisan.  
Kalaupun tetap bisa menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan, keasikan  nulis lupa baca berdampak juga pada kualitas tulisan yang dihasilkan. Sama halnya dengan yang pernah saya alami ketika membaca ulang tulisan yang terlalu dipaksakan. Hasilnya benar-benar menyedihkan dan tidak enak di baca, mubazir nggak tuh?.
Bukan berarti tulisan ini berkualitas dan enak di baca ya J, saya masih dalam proses mempelajari  semua hal terkait kepenulisan. Setidaknya saya pernah mengalami bagaimana menyedihkannya menulis tanpa diiringi konsistensi membaca. Perlu kita ingat juga bahwa membaca tidak melulu melalui media buku. Di era yang serba digital ini, kita akan dengan mudah menemukan apa yang memungkinkan untuk di baca melalui media digital.

Tuesday, April 14, 2020

Perihal Jodoh yang Belum Kunjung Datang

April 14, 2020 1 Comments
Pic: Restorasidaily.com 


                Beberapa waktu lalu membaca tulisan salah satu teman di blog pribadinya. Sebuah tulisan dari pengalam di tanyai tentang kapan nikah?, kenapa belum nikah?dan lain sebagainya terkait itu. Hingga hal tersebut menimbulkan keresahan dan tanda tanya besar kenapa jodohnya belum kunjung datang.
                Pada beberapa orang, hal semacam itu  juga mungkin terjadi dan berdampak pada kemungkinan orang tersebut Baper, sedih, hingga terpuruk. Apalagi ketika di luar sana gadis atau perjaka seusianya banyak yang telah menikah bahkan punya anak.
                Sebetulnya reaksi  itu sah-sah saja. Dalam sebuah sebuah artikel, seorang psikolog klinis dari Personal Growth, Veronica Adelsa mengatakan bahwa secara psikologis baper saat ditanya kapan nikah itu adalah hal yang wajar.  
                Lalu bagaimana ketika baper itu menjadi keresahan mengapa jodoh kita tak kunjung datang?. Mulailah mengelola diri dan perasaan, keresahan bisa muncul karena beberapa faktor. Misal karena ketakutan jodoh kita benar-benar tidak akan datang, atau karena tidak percaya dengan bagaimana Allah memiliki sekian banyak cara mempertemukan seorang  hamba dengan pasangannya.
                Disamping itu, lingkungan juga mempengaruhi ikhtiar kita menemukan pasangan. Memang benar jika jodoh adalah  bagian dari kehendak Allah, kalo memang saat ini belum ketemu jodohnya artinya memang belum Allah pertemukan. Tapi disisi lain kita juga sering mendengar bahwa hidup adalah pilihan. Yaps….. kita memilih jalan mana dan kehidupan seperti apa yang kita inginkan melalui ikhtiar yang dilakukan, selanjutnya Allah yang merestui pilihan tersebut.
                Seandainya pun dari semua ikhtiar yang dilakukan Allah belum juga mempertemukan, itu kembali pada bagaimana Allah berkehendak. Yang jelas selalu ada kebaikan di balik itu semua, dan kamu harus percaya.
                Membahas panjang lebar perihal jodoh dari sisi yang seakan sangat bijaksana, memang gampang-gampang ringan. Apalagi yang nulis udah ketemu jodohnya. Emang tau rasanya di tanya terus kapan nikah?, tau rasanya takut jodoh nggak akan datang karena lintasan fikiran yang kadang menghantui?, tau bagaimana pertanyaan kapan nikah bisa jadi momok mengerikan dalam hidup?.
                “Tau donk, sebelum ketemu suami ada banyak cerita di balik penantian si dia”, haha….senyum satire mengiringi pernyataan ini.
                Intinya saya pernah ada di posisi itu, sedikit banyak tau bagaimana proses perjalanan menanti hingga menemukan pasangan. Pernah baper, takut hingga kecewa, terpuruk (“Haha…. Nyoba banget di dramatisir”).
                Yang jelas, dari pengalaman  terkait jodoh yang belum kunjung datang, adalah tentang seberapa penting mengelola hati, fikiran dan perasaan.  Jangan sekali-kali atau buang saja jauh-jauh fikiran bahwa jodoh kita tidak akan datang.
Yang terpenting adalah mulailah memperkuat keyakinan bahwa Allah memiliki sekian banyak cara mempertemukan kita dengan pasangan, sekalipun lintasan fikiran  yang kadang teramat logis, tidak bisa melihat dari arah mana Allah akan kirim sang pelengkap hidup bernama pasangan itu.
Selanjutnya adalah ikhtiar yang memungkinkan untuk kita lakukan. Jika pada prinsipnya perempuan hanya harus menanti, menantilah dengan cara yang tetap manusiawi sebagai seorang perempuan. Ikhtiar dengan berdoa dan semakin menjalin intensitas komunikasi antara diiri dengan Allah. Merayu dengan cara yang sangat elegan dan disukai oleh-Nya. Selebihnya serahkan semua hanya pada Sang maha segalanya .  


Tikus-Tikus Rumah, dan WFH

April 14, 2020 1 Comments
Picture from Pinterest

                Kalau ditanya tips unik apa yang bisa dilakukan selama masa karantina ini, saya punya dan mungkin bisa teman-teman coba.
                Jadi ceritanya  kemarin , ketika rebahan sambil share tugas sekolah anak-anak yang satu bulan terakhir ini dirumahkan. Saya mendengar teriakan orang rumah yang ketika dihampiri masing-masing sudah siap dengan alat tempurnya mulai dari sapu, sapu lidi hingga pel an. Eitsssss…. Alat-alat itu justru tidak digunakan untuk membersihkan rumah dan semua sudutnya.
                “Lah….. terus buat apa?”
                “Untuk berburu tikus rumah”
                Mungkin tidak semua orang merasa bermasalah dengan kehadiran mereka . Tapi sebagian besar orang termasuk saya merasa sangat bermasalah dengan gangguan yang ditimbulkan dari kehadiran para tikus rumah.
                Bau tidah enak, barang – barang yang tiba tiba hilang  karena di seret ke semua sudut rumah yang tidak terjamah manusia. Seperti kolong meja atau tempat tidur, di belakang mesin lemari pendingin hingga di bawah mesin cuci. Juga pakaian yang rusak karena digerogoti mulut tajamnya. Tidak hanya itu, kepanikanakan muncul ketika si tikut melintas begitu saja dihadapan kami membuat kehebohan tak terelakan.
                Didasari itu, Kemarin pagi kami mengisi masa WFH dengan sesuatu yang berbeda dari biasanya, yaitu berburu tikus –tikus rumah. Di awali dengan ketidak yakinan akan hal itu kami memberanikan  diri memberi reaksi atas kejengahan yang dirasa sudah cukup lama ini.
                Jengah??, ya….. sudah berbagai cara dilakukan untuk mengusir para tikus termasuk menyebar jebakan-jebakan agar meminimalisir kehadiran mereka. Hasilnya nol besar, hingga puncaknya adalah kemarin setelah beberapa hari lalu seisi rumah di bersihkan dan menciptakan suasana lebih nyaman. Tiba-tiba sang tikus rumah yang tidak  ditemukan sebelumnya justru dengan terang-terangan melintas dihadapan kami dan seolah mencari tempat untuk dijadikan sarang baru bagi mereka.
                Alhasil, kami memutuskan untuk menutup semua akses keluar masuknya para tikus tersebut. Mulai dari menutup semua  lubang yang mereka ciptakan di banyak sudut ruangan, menutup beberapa plafon yang juga sudah terlanjur berlubang. Dan yang terakhir memburu para tikus rumah yang masih berkeliaran dan membunuhnya.
                Agak mengerikan memang mendenga kata membunuh itu. Tapi dari apa yang pernah saya dengar serta beberapa literatur yang pernah di baca. Mengingat tikus merupakan hewan perusak yang merugikan, maka kita di perbolehkan untuk membunuhnya namun tetap memperhatikan cara  membunuhnya.
                Jadilah Work From Home hari kemarin diisi dengan berburu tikus rumah. Dengan senjata alat kebersihan seadanya kami mengeksekusi para tikus di tengah ketakutan semua orang rumah. Jelas saja, diantara kami tidak ada yang berani memegang tikus, bahkan sekedar tidak sengaja mengenai tubuhnya ketika tikus melintas, kami akan heboh luar biasa.
                Dan hari kemarin, di tengah ketakutan itu kami memperoleh keseruan setelah hampir satu bulan menjalani seluruh aktivitas #dirumahaja. Apa yang membuat ketakutan menjadi keseruan?, yaitu proses perburuan yang diwarnai gelak tawa karena tingkah masig-masing dari kami yang berusaha tetap melindungi diri dari kontak langsung dengan para tikus rumah.
                Mungkin teman-teman mau mencoba menghibur diri sekaligus meminimalisir keberadaan tikus yang sangat merugikan di dalam rumah. Ini patut di coba J.

Friday, April 10, 2020

Kekuatan Kalimat Mama

April 10, 2020 3 Comments
Arsip Pribadi 


              Bagi kita yang tidak terlahir dari keluarga dengan kemampuan menjamin serta memfasilitasi segala jenis kebutuhan mulai dari primer, sekunder hingga tersier, tentu untuk memenuhi apa yang kita inginkan menjadi sesuatu yang tidak cukup mudah. Dengan kata lain kita perlu usaha lebih keras dari mereka yang telah terjamin segala bentuk kebutuhan tersebut.

            Seperti hal nya dalam hak memperoleh pendidikan setingi-tingginya.  Jika mereka terlahir dari keluarga yang  dikatakan kaya, mungkin akan lebih mudah  untuk mewujudkan keinginan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bagi yang tidak seberuntung itu, dengan kata lain terlahir dari keluarga kurang mampu tentu kita harus lebih keras memutar otak bagaimana agar terpenuhi keinginan tersebut. Contoh nya mencari beasiswa atau justru dengan berat hati harus menunda.

              Saya tidak sedang membahas siapa yang beruntung atau tidak dalam hal ini. Justru  saya akan berusaha mengenyampingkan fakta tersebut, karena hakikatnya terlahir dari keluarga seperti apapun semua berkesempatan memperoleh pendidikan hingga jenjang yang paling tinggi sekali pun.

                “Tapi kan sekolah butuh biayabesar?”

                “Beasiswa?, emang gampang dapet beasiswa?”

               Fakta itu juga benar adanya, biaya pendidikan yang terbilang mahal serta tidak mudahnya seseorang memperoleh beasiswa tentu menjadi tantangan tersendiri. Tidak hanya itu, fakta ini juga membangun ketakutan individu untuk bermimpi dan berharap meraih apa yang dicita-citakan.

            Terlepas dari itu semua, dari apa yang pernah terjadi dan saya alami dalam proses menempuh perjalanan memperoleh pendidikan. Saya berfikir bahwa kita hanya perlu memiliki lingkungan yang tepat, positif serta penuh optimisme.

          Sejak pengumuman kelulusan SMA, yang saya fikirkan adalah tentang bagaimana menjalani kehidupan setelahnya. Setelah tahu bahwa saya tidak lulus SNMPTN, belum berkesempatan memperoleh beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya. Dan sudah pasti dengan berat hati menunda keinginan untuk kuliah di tahun tersebut.

               Mama yang kala itu sudah hampir 6 tahun menjalani hidup sebagai orang  tua tunggal bagi ke lima putrinya. Sudah sejak awal bahkan jauh sebelum saya lulus SMA, dia selalu mengatakan bahwa tidak akan menanggung biaya kuliah dan akan sepenuhnya menyerahkan tanggung jawab tersebut pada saya secara pribadi. Dan hal itu selalu ia ungkapkan kepada seluruh anak-anaknya, tidak hanya saya.

             Kami amat sangat mengerti dan tidak satu pun merasa tersakiti dengan pernyataan mama terkait ketidak mampuannya menyekolahkan kami ke jenjang yang lebih tinggi. Mengapa demikian?, itu karena mama hidup sebagai pribadi yang positif dan penuh optimisme, selalu yakin bahwa anak-anaknya mampu mengenyam pendidikan layaknya mereka yang secara finansial mampu melakukan itu. Dan beruntungnya kami, sikap positif dan optimisme tersebut mampu ia tularkan dengan caranya sendiri.

         Menghujani kami dengan kalimat-kalimat positif, membangun optimisme yang menyelamatkan kami dari kelemahan berfikir yang beresiko menjatuhkan kepercayaan diri dalam meraih mimpi.

              Benar, jika secara finansial mama tidak menjamin pendidikan kami.  Tapi mama berhasil membangun lingungan yang baik dalam keluarga, membangun sikap positif dan optimis bahwa kami mampu membiayai pendidikan secara mandiri hingga sampai pada titik yang menjadi harapan terbesar mama terhadap kami ke liman putrinya.

             Kekuatan  dukungan moril berupa kalimat – kalimat positif yang membangun memang terdengar sepele, bahkan mungkin bagi sebagian individu hal tersebut tidak memberi begitu banyak pengaruh signifikan bagi kehidupa seseorang. Tapi mama melakukanny dan membuktikan bahwa hal sekecil itu mampu membawa anak-anaknya pada sebuah kepercayaan diri meraih apa yang menjadi mimpi besar kami.

            Bahkan hingga hari ini, setelah beliau tiada sekitar 3 tahun yang lalu, saya masih selalu ingat seperti apa kalimat-kalimat positif yang sering ia ucapkan. Sebesar apa kalimat itu memberi pengaruh positif hingga saya dan kakak-kakak menyelesaikan pendidikan kami. Dan itu pula yang kemudian menjadi kekuatan terbesar saya untuk bisa kembali berjuang melanjutkan pendidikan  pada jenjang berikutnya.

 Doakan, saya masih memiliki harapan serta mimpi  besar untuk melanjutkan S2, berbekal kalimat-kalimat positif dari mama yang selalu terngiang semoga saya bisa mewujudkannya. Aamin….

 


Thursday, April 9, 2020

Hati-Hati Mengubah Kuota Edukasi ke Flash!!

April 09, 2020 2 Comments


Pic from lamgalleryla.com
Pic Froml : lamgalleryla.com

Sudah dapat kuota edukasi 30 Gb bagi kamu pengguna Indosat?. Saya dapat dan alhasil tidak bisa digunakan selain untuk membuka aplikasi belajar online seperti ruang guru dan kawan-kawannya. “Yah, sayang sekali punya kuota 30 Gb tapi nggak bisa digunakan untuk mengakses aplikasi di luar aplikasi belajar online”.

          Nah….. baru-baru ini banyak artikel dan video tutorial untuk mengubah kuota edukasi menjadi kuota reguler agar dapat digunakan untuk mengakses Google, Facebook, Youtube dan sosial media lainnya. Lalu tiba-tiba jiwa missquaya saya meronta mendengar kabar tersebut, mengingat saya juga punya kuota edukasi 30 Gb dari indosat.

            Jadi, ceritanya tadi sore saya praktekin tuh tutorial mengubah kuota edukasi menjadi kuota reguler. Dari proses yang dilalaui saya cukup teryakinkan bahwa cara itu akan berhasil membuat kuota edukasi nggak jadi mubazir.

          Setelah restart android akhirnya saya bisa akses semua sosial media padahal kuota utama sudah habis. Seneng donk…..dalam hati “Wah… aman nih, nggak perlu beli kuota”, secara buat aku 30Gb itu terbilang banyak dan menjamin kebebasan berselancar di dunia maya selama satu bulan ke depan.

        Setelah berinternet ria selama hampir 20 menit, tiba-tiba saya merasa perlu cek aplikasi MyIm3 untuk tahu apakah kuota edukasi berkurang setelah dalam 20 menit sebelumnya saya gunakan. Ternyata eh ternyata kuota edukasi masih tetap di angka 30 Gb tanpa berkurang sedikit pun.

          Sampai sini saya mulai curiga, “Kok bisa nggak berkurang?”. Bukanya proses yang sebelumnya saya lakukan hanya mengubah jenis kuota, dengan begitu jumlah kuota akan tetap berkurang jika digunakan. “Lah, bahaya nih, dari mana kuotanya kalau bukan dari kouta edukasi tadi?’’. Akhirnya saya coba search tentang apa yang baru saja di lakukan, termasuk tentang aplikasi bernama psiphon pro yang digunakan, manfaat serta keamanannya.

         Ternyata aplikasi tersebut merupan Aplikasi VPN (Virtual Private Network) dimana dia berfungsi salah satunya sebagai koneksi untuk mengakses situs yang di blokir oleh pemerintah,  seperti saat pemilu 2019 lalu saat pemerintah membatasi penggunaan beberapa sosial media, dengan VPN ini beberapa orang tetap bisa mengaksesnya.

           Fungsi yang lain dari PVN bisa juga untuk memperoleh koneksi internet gratis yang saya sendiri sebagai orang awam nggak tau dari mana asal koneksi internet tersebut. Yang jelas setelah saya mencoba menggunakan aplikasi Psiphon pro kuota 30Gb yang dimaksud tidak berkurang jumlahnya meskipun telah digunakan selama sekitar 20 menit lamanya.

         Sampai disini saya merasa ada  yang nggak beres, kita tidak tau dari mana sumber koneksi internet tersebut. Sudah jelas bukan dari 30Gb kuota edukasi yang coba di rubah menjadi kuota reguler, karena faktanya kuota tetap tidak berkurang setelah beberapa lama di gunakan.

Lalu dari mana?, entahlah. Namun secara harfiayah menggunakan koneksi internet gratis dalam konteks ini berarti kita telah mengambil tanpa izin pihak penyelenggara, itu artinya secara tidak langsung kita telah mencurinya, haram dan dosa. Disamping itu masih banyak bahaya-bahaya dari tidak selektifnya memilih VPN gratis yang kemudian diinstal ke perangkat kita.

         Sampai di akhir saya menulis artikel ini, beberapa saat saya kembali membuka situs yang membahas terkait “Mengubah kuota edukasi menjadi kuota reguler”. Yang menarik, pada sebuah situs di jelaskan bahwa tindakan merubah kuota edukasi ke flash atau reguler bisa di jerat pasal 362 juncto 30, 32 Undang-Undang (UU) Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

          Jadi sampai sini jelaskan?, bahwa cukup beresiko mengubah kuota edukasi keflash atau reguler. disamping itu berat pula pertanggung jawabannya kelak.

 


Wednesday, April 8, 2020

Kenapa Aku Disalahkan?

April 08, 2020 3 Comments


“Mas, dengar aku dulu!”. Sambil berlalu dan membanting pintu, mas Rama tidak mengindahkan perkataanku.
                Perdebatan kami menyisakan isak yang sudah tak mampu lagi ku tahan. Mengapa suamiku tak ada bedanya dengan mereka yang selalu berfikir bahwa aku adalah sebuah ancaman.
                Hatiku semakin begejolak, dalam lelah yang belum sempat ku suguhi kelegaan bernafas. Setibanya aku di tempat yang seharusnya memberi ketenangan, yang ku dapati adalah fakta sebaliknya. Bahkan ketika aku masih berjalan kaki selepas naik angkutan umum.
                Memasuki gerbang perkampungan di pinggir kota Jakarta, seperti biasa aku berjalan tanpa lupa menyapa para tentangga yang berpapasan denganku. Hari ini memang tampak lebih sepi dari biasanya, tapi aku masih mendapati orang-orang yang tetap beraktifitas setelah anjuran di rumah aja mulai diberlakukan satu minggu belakangan.
                Melewati sekitar 3 rumah dari gerbang perkampungan yang tampak lebih rapi ini, seketika degup jantungku terasa berhenti sejenak begitu pun langkahku. Terkejut dengan suara yang samar-samar ku dengar. Seorang wanita paruh baya yang semula sibuk dengan aktifitas menjemur pakaian, seketika bergegas masuk rumah dan berkata “Duh…… ada virus”.
                Tak terasa mataku sudah digenangi linangan air mata, aku  bergegas menuju rumah orang tua suami yang hampir 2 tahun terakhir kami tempati. Sesampainya di depan rumah, ku dapati pak Rt keluar dengan pandangan penuh stigma. Sempat menyapa dan melempar senyum satirenya Pak RT di temani salah satu warga bergegas meninggalkan rumah kami.
                Tanpa fikir panjang aku segera masuk dengan harapan dapat segera melepas lelah setelah hampir 3 hari  tidak pulang. Maklum pandemic Covid-19 yang kian hari kian merebak mebuat aku dan teman-teman di rumah sakit harus bekerja ekstra keras, bahkan beberapa tenaga medis nyaris tumbang karena terlalu lelah bekerja dengan jumlah waktu istirahat yang amat sanangat terbatas.
                Tapi apa yang kemudian ku dapati?.
                “Assalamualaikum, mas”, menghampiri suamiku yang tertunduk di sofa ruang tamu.
                “Waalaikumsalam, Apa-apaan kamu Rin?, jangan dulu menghampiriku”, denga langkah sigap dia menghindari ku, bahkan dia tidakmengindahkan saat aku mengulurkan tangan hendak menyalaminya. “Kamu belum mandi Rin, belum mencuci seluruh pakaianmu dan  benar-benar menjamin kalau kamu nggak bawa virus ke rumah ini”, tambahnya.
                “Tapi mas, aku sudah mencuci tangan sebelum pulang dan aku sempat menggunakan hand sanitizer sebelum masuk ke dalam rumah”.
                “Tatap saja aku nggak mau ambil resiko Rin”.
                “Tapi Mas……”, belum sempat aku melanjutkan perkataan mas Rama memotongnya dengan nada yang sedikit meninggi. “Sudah jangan membantah, aku sudah di buat pusing dengan kedatangan pak RT dan sindiran orang-orang kampung yang bilang kalau kamu bawa virus dari rumah sakit, jangan tambah kepusinganku dengan ngeyel seperti itu, cepat masuk dan bersihkan badanmu”.
                Aku tidak lantas menuruti mas Rama, apa-apaan ini?. Ternyata benar yang aku dengar tadi, seorang ibu mengatakan “Ada Virus” setelah ia melihatku.
                “Mas, Lalu apa mau mereka?
                “Ya, mereka mau kamu jangan pulang ke kampung ini dulu sampai kondisi benar-benar kondusif”.
                “Mas, aku sehat,aku tidak sama sekali  menunjukkan bahwa aku teridikasi covid-19.”
                “Orang-orang mana mau tau Rin!,bagi mereka keberadaan kamu disini seperti sebuah ancaman.”
                “Apa mas juga berfikir begitu”
                “Iya……. Aku khawatir kamu benar-benar membawa virus itu”
                “Kamu nggak percaya sama aku Mas?’’
                “Maaf Rin,”. Mas Rama berlalu meninggalkanku.
                Deras air mataku menjatuhkan butir-butir kesakitan atas kesalahan yang tidak aku lakukan. Ya…..karena ini bukan kesalahan, lalu kenapa aku disalahkan?.
               

                 

Monday, April 6, 2020

Seberapa Penting Komunitas Untuk Pengembangan Minat dan Bakat?

April 06, 2020 1 Comments
Pic From Pinterest


                Komunitas adalah sebuah wadah untuk mengalurkan dan mengembangkan minat serta bakat seseorang terhadap sesuatu. Melalui komunitas, kita akan menemukan orang-orang dengan bakat  juga visi misi yang sama terhadap sesuatu yang kita minati. Lalu seberapa penting sih sebuah komunitas?.
                Saya nggak akan dulu memberi gambaran secara teoritis. Mengingat itu perlu sebuah riset dan saya belum berkesempatan melakukannya. Dengan banyaknya aktivitas akhir-akhir ini di tengah masa isolasi yang membuat jiwa ketidak sukaan saya terhadapa sesuatu yang tampak berantakan meronta-ronta. Saya hanya sempat menulis sesuatu yang tidak harus dikuatkan dengan sebuah riset, itupun saya masih keteteran untuk menulis satu topik satu hari.
                Oke, balik lagi pada seberapa penting komunitas untuk pengembangan minat danbakat seseorang?. Berbicara dari pengalaman menyukai aktivitas menulis dan semua yang berbau kepenulisan saya merasa kehadiran komunitas menjadi sangat penting dan membantu proses berkembang  saya dalam hal ini.
                Sedikit membagikan cerita receh tentang bagaimana saya menemukan komunitas kepenulisan yang tidak pernah berusaha saya cari dan lakukan, setelah sekian lama memiliki ketertarikan pada dunia literasi.
                Saya selalu merasa dan berfikir bahwa ketika ingin menjadi penulis saya hanya harus menulis dan mempublish tulisan-tulisan. Tapi ternyata saya keliru tentang itu, karena dari apa yang dialami, menulis sendiri tanpa sebuah deadline dan tantangan dari orang lain membuat saya lalai dan menulis semaunya. Yang terpenting adalah cukup perlu perjuangan mencari orang yang mau mengkoreksi dan menjadi pembaca tulisan kita, kecuali apa yang kita tulis benar-benar menarik.
                Dua tahun belakangan ini, saya mulai mencoba masuk sebuah komunitas kepenulisan yang hingga hari ini menjadi beberapa. Rasanya berbeda dengan ketika menulis sendiri tanpa komunitas. Tidak memiliki referensi yang beragam, merasa benar sendiri padahal mungkin saya keliru dan jelas tidak saya temukan tantangan-tantangan menulis yang sesungguhnya.
                Jadi, seberapa penting sebuah komunitas?, bagi saya penting sekali. Jadi siapapun di luar sana yang memiliki ketertarikan, minat, dan bakat terhadap sesuatu mulailah mencari komunitas dan bergabung secara langsung di dalamnya.
               


Teman Melankolis

April 06, 2020 1 Comments
Pic from Pinterest


                Karena terkadang tidak banyak orang yang mampu memahami lebih diri kita kecuali orang tersebut memiliki  pola karakter dan kebiasaan yang hampir sama dengan apa yang kita sering lakukan. Dan kamu tentu tahu kan, seasik apa kalau ketemu orang punya hobby dan kebiasaan yang sama dengan kita?. Kita akan merasa menemukan orang yang mampu memahami apa yang menjadi pola pemikiran kita ketika mamandang sesuatu hal.

                Seperti kemarin, tiba-tiba ketika saya mengomentari sebuah postingan bu Novi, teman di komunitas kepenulisan yang saya kenal sekitar hampir dua tahun lalu. Postingan tesebut berisi tumpukan buku karya penulis  produktif Asma Nadia, dimana saya selalu merasa excited dengan itu. Tidak hanya karena itu adalah tumpukan buku karya penulis favorit saya tapi karena gambar itu adalah tumpukan buku yang selalu membuat saya merasa bahagia karenanya.

                Dari mengomentari postingan tersebut kita  berbincang singkat tentang bagaimana proses dan cara mencintai buku dan menulis. Ternyata eh ternyata kita sama-sama memiliki kebiasaan serupa yaitu bukan tipikal pembaca yang mampu berlama-lama membaca. Kita hobby koleksi buku tapi banyak buku-yang kita beli belum kita baca secara utuh dan yang terparah aku sendiri malah punya buku yang sama sekali belum pernah di buka alias masih rapi terbungkus plastik.

                Kita senang menyusun buku sesuai ukurannya, dari yang paling besar hingga yang terkecil. Dan dari obrolan singkat via whatsapp itu, akhirnya juga sama-sama tahu bahwa kita adalah si melankolis yang memiliki cukup banyak kesamaan.

                Apa esensi dari tulisan ini?. Adalah tentang bagaimana saya menemukan fakta baru mengenai sebuah ungkapan seorang teman, bahwa hidup ini seperti magnet. Kita akan menarik sesuatu atau seseorang dengan ketertarikan dan lingkungan yang serupa untuk mendekat.

                Seperti hal nya saya denga bu Novi, atas izin Allah dipertemukan dengan kondisi memiliki ketertarikan, kebiasaan dan hobby yang sama terhadap sesuatu. Dan saya banyak belajar hingga faham betapa pentingnya memiliki serta memilih sebuah ketertarikan terhadap Sesuatu dan menemukan lingkungan yang mengarahkan kita pada hal tersebut, agar kita semakin banyak belajar dan mempelajari secara langsung konsep-konsep kehidupan.

                Ketertarikan itu bisa di pilih dan di tentukan sendiri kok. Faktanya dulu saya sama sekali tidak tertarik terhadap buku, tidak suka sekali membaca dan nyaris tidak pernah, apalagi menulis seperti saat ini. Tapi saya berusaha masuk pada dunia ini dan membangun ketertarikan yang pada akhirnya mempertemukan saya dengan banyak hal luar biasa termasuk di dalamnya seorang teman melankolis.
               
               
               


Friday, April 3, 2020

Ingin Jadi Penulis Tapi Nggak Pernah Nulis?

April 03, 2020 5 Comments


             
Pic from Pinterest
Saya tapok jidat sama kelakuan sendiri. Jangankan satu hari satu judul tulisan, enam bulan satu pun tidak saya lakukan. Lucu kalau inget waktu itu, waktu keinginan jadi penulis begitu menggebu, sekitar 9 tahun lamanya mimpi itu tersimpan sebagai wacana. Di dalam bayangan saya punya banyak buku se produktif Asma Nadia, punya beberapa novel yang di filmkan dan punya banyak pembaca.
                Dari banyak sisi, melakukan apa yang menurut saya bisa jadi upaya atas perwujudan mimpi menjadi seorang penulis. Seperti  membiasakan membaca buku untuk memperkaya kosa kata, membeli buku-buku karya Asma Nadia sebagai referensi. Membuat blog, akun wattpad hingga mendaftarkan diri sebagai kontributor penulis lepas. Tapi saya nggak pernah nulis.
Seorang seniman dikatakann seniman ketika dia menghasilkan banyak karya seni. Nggak tiba-tiba jadi seniman tanpa karya  kan?, begitu pun seorang penulis. Kadang merasa bodoh kalau ingat mimpi ingin jadi penulis sementara action masih nol besar. Selalu dikalahkan dengan apa yang dinamakan writing block, selalu berfikir gimana caranya ngumpulin dulu ilmu nulis baru nulis, sampai akhirnya bener-bener nggak  nulis.
Jadi, sebetulnya bukan saya nggak pernah mencoba menulis, tapi  ketika saya berusaha membuat sebuah karya, kalimat “Ngumpulin dulu ilmu nulis baru nulis” itu lama-lama jadi alibi. Dan ketika writing block, dialog yang tiba-tiba keluar dari alam sadar saya adalah “Ah….. belum cukup nih ilmunya, nanti aja kalo udah cukup baru mulai nulis”. Selalu berakhir seperti itu hingga mimpi untuk jadi penulis lambat laun habis kobaran apinya.    
Tapi bukan berarti kobaran yang hilang itu tidak menyisakan apapun, sisa-sisa percikan api masih memungkinkan dia berkobar kembali. Seperti saat ini, setelah menemukan beberapa komunitas kepenulisan dan bergabung di dalamnya, qadarullah saya menjadi lebih semangat untuk menulis, kembali menghidupkan blog yang saya buat 6 tahun silam. Menulis hal-hal yang semoga bermanfaat bagi orang banyak.
Ketika menulis ini, saya sedang mengikuti sebuah kelas kepenulisan dengan tantangan menulis One Day One Post (ODOP) dimana satu hari kita ditantang untuk menghasilkan sebuah tulisan yang kemudian dipost di blog pribadi. Semoga ini menjadi awal baik, tatkala saya mampu secara konsisten menulis setiap hari.
Pada dasarnya untuk mewujudkan impian menjadi seorang penulis, tentu kita harus menulis. menulis dulu semampunya dan terus belajar dari apa yang sudah ditulis. tanpa menulis dan masuk secara langsung ke dalam aktivitas itu, tentu kita tidak akan pernah tahu bagaimana mempelajari sebuah proses dalam menulis.

Bismillah, semangat menulis bagimu para pejuang literasi…….

Thursday, April 2, 2020

Stigma Pandemi

April 02, 2020 0 Comments
Picture from Pinterest


                Jangan salahkan saya jika inspirasi yang datang untuk menuliskan sesuatu akhir-akhir ini selalu dikaitkan atau bahkan sengaja membahas covid-19. Pandemi yang faktanya membuat banyak orang membicarakan dan menulis terkait itu di sosial media.

                Kita yang desember tahun lalu hanya menyaksikan bagaimana Wuhan dan kegentingan di sana, kini terdampak langsung oleh merebaknya wabah yang tiba-tiba meluluh lantahkan segala tatanan kehidupan.

                Termasuk diantaranya adalah ketakutan yang dimunculkan karena ketidak percayaan satu orang dengan orang lainnya. Kekhawatiran apakah orang yang kita temui dalam kondisi bersih atau tidak dari virus yang kian hari kian membuat resah. Stigma bermunculan dikalangan masyarakat dengan yang tengah ketakutan.

Kota besar yang di jadikan sebagai tempat mencari penghidupan kini dalam kondisi penuh ketakutan, penuh ancaman. Aktivitas pengumpul pundi-pundi rupiah di rumahkan, pulang ke kampung halaman menjadi satu-satunya pilihan.

Tapi, apa yang terjadi ketika keputusan pulang ke kampung halaman memunculkan ketakutan. Ketakutan bagi mereka di kampung halaman yang merasa jiwanya terancam. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di lingkungan tempat saya tinggal. Sebuah stigma bermunculan pada mereka yang pulang dari perantauan.

Seisi kampung semakin merasa terancam, tatkala setiap hari bertambahnya kepulangan orang-orang dari perantauan.  Memang, belum tentu mereka pulang dengan membawa virus covid-19 yang sedang marak diperbincangkan, tapi stigma demi stigma  terlanjur bermunculan tanpa bisa dihentikan termasuk pada keluarga yang menerima kepulangan anggota keluarga dari ibu kota.

Saya demikian, salah satu yang merasa sesak nafas secara tiba-tiba. Takut dengan segala kemungkinan terburuk karena kepulangan mereka. Tapi dibalik itu semua saya percaya Allah dengan segala bentuk perlindungannya, akan selalu membersamai. Tentu selama kita mengingatnya dan tetap ber ikhtiar melakukan sekecil apapun bentuk perlindungan diri.

Semoga segera Allah angkat dari bumi kita, wabah yang telah merenggut banyak nyawa. Tidak hanya di negeri kita tapi seluruh dunia, Aamin…..