Wednesday, April 8, 2020

Kenapa Aku Disalahkan?



“Mas, dengar aku dulu!”. Sambil berlalu dan membanting pintu, mas Rama tidak mengindahkan perkataanku.
                Perdebatan kami menyisakan isak yang sudah tak mampu lagi ku tahan. Mengapa suamiku tak ada bedanya dengan mereka yang selalu berfikir bahwa aku adalah sebuah ancaman.
                Hatiku semakin begejolak, dalam lelah yang belum sempat ku suguhi kelegaan bernafas. Setibanya aku di tempat yang seharusnya memberi ketenangan, yang ku dapati adalah fakta sebaliknya. Bahkan ketika aku masih berjalan kaki selepas naik angkutan umum.
                Memasuki gerbang perkampungan di pinggir kota Jakarta, seperti biasa aku berjalan tanpa lupa menyapa para tentangga yang berpapasan denganku. Hari ini memang tampak lebih sepi dari biasanya, tapi aku masih mendapati orang-orang yang tetap beraktifitas setelah anjuran di rumah aja mulai diberlakukan satu minggu belakangan.
                Melewati sekitar 3 rumah dari gerbang perkampungan yang tampak lebih rapi ini, seketika degup jantungku terasa berhenti sejenak begitu pun langkahku. Terkejut dengan suara yang samar-samar ku dengar. Seorang wanita paruh baya yang semula sibuk dengan aktifitas menjemur pakaian, seketika bergegas masuk rumah dan berkata “Duh…… ada virus”.
                Tak terasa mataku sudah digenangi linangan air mata, aku  bergegas menuju rumah orang tua suami yang hampir 2 tahun terakhir kami tempati. Sesampainya di depan rumah, ku dapati pak Rt keluar dengan pandangan penuh stigma. Sempat menyapa dan melempar senyum satirenya Pak RT di temani salah satu warga bergegas meninggalkan rumah kami.
                Tanpa fikir panjang aku segera masuk dengan harapan dapat segera melepas lelah setelah hampir 3 hari  tidak pulang. Maklum pandemic Covid-19 yang kian hari kian merebak mebuat aku dan teman-teman di rumah sakit harus bekerja ekstra keras, bahkan beberapa tenaga medis nyaris tumbang karena terlalu lelah bekerja dengan jumlah waktu istirahat yang amat sanangat terbatas.
                Tapi apa yang kemudian ku dapati?.
                “Assalamualaikum, mas”, menghampiri suamiku yang tertunduk di sofa ruang tamu.
                “Waalaikumsalam, Apa-apaan kamu Rin?, jangan dulu menghampiriku”, denga langkah sigap dia menghindari ku, bahkan dia tidakmengindahkan saat aku mengulurkan tangan hendak menyalaminya. “Kamu belum mandi Rin, belum mencuci seluruh pakaianmu dan  benar-benar menjamin kalau kamu nggak bawa virus ke rumah ini”, tambahnya.
                “Tapi mas, aku sudah mencuci tangan sebelum pulang dan aku sempat menggunakan hand sanitizer sebelum masuk ke dalam rumah”.
                “Tatap saja aku nggak mau ambil resiko Rin”.
                “Tapi Mas……”, belum sempat aku melanjutkan perkataan mas Rama memotongnya dengan nada yang sedikit meninggi. “Sudah jangan membantah, aku sudah di buat pusing dengan kedatangan pak RT dan sindiran orang-orang kampung yang bilang kalau kamu bawa virus dari rumah sakit, jangan tambah kepusinganku dengan ngeyel seperti itu, cepat masuk dan bersihkan badanmu”.
                Aku tidak lantas menuruti mas Rama, apa-apaan ini?. Ternyata benar yang aku dengar tadi, seorang ibu mengatakan “Ada Virus” setelah ia melihatku.
                “Mas, Lalu apa mau mereka?
                “Ya, mereka mau kamu jangan pulang ke kampung ini dulu sampai kondisi benar-benar kondusif”.
                “Mas, aku sehat,aku tidak sama sekali  menunjukkan bahwa aku teridikasi covid-19.”
                “Orang-orang mana mau tau Rin!,bagi mereka keberadaan kamu disini seperti sebuah ancaman.”
                “Apa mas juga berfikir begitu”
                “Iya……. Aku khawatir kamu benar-benar membawa virus itu”
                “Kamu nggak percaya sama aku Mas?’’
                “Maaf Rin,”. Mas Rama berlalu meninggalkanku.
                Deras air mataku menjatuhkan butir-butir kesakitan atas kesalahan yang tidak aku lakukan. Ya…..karena ini bukan kesalahan, lalu kenapa aku disalahkan?.
               

                 

3 comments:

  1. Pada kenyataannya, memang ada yang seperti itu. Mereka berjuang, mereka diacuhkan... Sungguh ironi...

    ReplyDelete
  2. Iya Bu, memang faktanya banyak yang begitu. Ini pun terinspirasi dari keluhan pada tenaga medis yang disampaikan oleh nazwa Shihab di video nya... Miris..

    ReplyDelete